Berbagai kasus kekerasan seksual terhadap anak memicu keresahan
publik. Belakangan ini kasus yang terungkap cenderung meningkat dengan kualitas
kejahatan yang semakin keji, 21,6 juta kasus pelanggaran hak anak pada 2015, 58
persen merupakan kejahatan seksual yang merusak masa depan dan perkembangan
psikologis anak (Kompas, 23/05.) Apabila hal ini dibiarkan tanpa ada
payung hukum yang pasti untuk memberikan efek jera pada pelaku kejahatan, maka
tidak menutup kemungkinan kualitas kejahatan seksual akan semakin meningkat.
Berbagai wacana penambahan hukumanpun bermunculan, mulai dari hukuman
hingga 20 tahun penjara di tambah dengan suntikan kebiri, memasang Chip
mikro pada mantan narapidana kejahatan seksual (Kompas, 23/05). Disamping
ruwetnya penentuan hokuman yang diwacanakan, perkara kontra pun terjadi. Dengan
dalih menyalahi koridor HAM karena berpotensi berdampak jangka panjang bagi
psikis maupun fisik seseorang. Dari latar belakang tersebut maka LPM Paradigma
mengadakan survei untuk mengetahui pendapat mahasiswa STAIN Kudus terkait
rencana pemberlakuan hukuman kebiri pada pelaku kejahatan seksual.
Merebaknya kejahatan seksual di Indonesia yang terjadi pada
beberapa bulan terahir ini, menjadikan salah satu pertanyaan yang perlu diungkapkan,
bagaimanakah penilaian mahasiswa STAIN Kudus? Bedasarkan Polling (jajak
pendapat) yang dilakukan Paradigama Institute di STAIN Kudus dengan 100
responden, 93% menyatakan kejahatan Seksual di Indonesia Meningkat, 3% menjawab
sedang, sedangkan 4% lainnya menyatakan kejahatan seksual di Indonesia menurun.
Melemahnya payung hukum tentu mempengaruhi tingkat kejahatan yang
terjadi, sebab apabila payung hukum tersebut berlaku dan ada secara tegas,
seharusnya tingkat kejahatan semakin menurun. Hal ini diperkuat dengan 70%
responden menyatakan payung hukum di Indonesia lemah, dari hasil polling tersebut
berarti tidak menutup kemungkinan untuk penambahan hukum seperti yang diputuskan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Mengenai penambahan hukum
bagi pelaku kejahatan seksual 96% suara menyatakan setuju untuk memberi
penambahan hukum bagi pelaku kejahatan seksual, meskipun 4% menyatakan kurang
setuju dan 0% tidak setuju untuk penambahan hukum.
Berlanjut pada pejatuhan hukum kepada pelaku kejahatan seksual,
kita mengetahui terdapat beberapa wacana, mulai dari penambahan waktu kurungan,
kebiri kimia dan yang terahir adalah penambahan waktu kurungan ditambah kebiri
kimia. Melalui Polling yang telah dilakukan, 10% menyatakan untuk
penambahan waktu kurungan, 8% untuk melakukan kebiri kimia dan 82% memilih
untuk melakukan penambahan waktu kurungan dan kebiri kimia.
Dari hasil di atas, tentu kita telah mengetahui
bahwa sebagian besar, mahasiswa lebih banyak bersuara untuk penjatuhan hukuman
kurung maupun kebiri kimia. Hal lain yang juga diwacanakan adalah pemasangan chip
mikro, pada mantan narapidana kejahatan seksual pada alat kelamin, sehingga
apabila kejahatan tersebut dilakukan lagi, maka alat tersebut akan mendeteksi
pelaku kejahatan tersebut secara otomatis dan dengan mudah terlacak
keberadaannya. Dalam polling yang telah dilakukan, 12% responden
menyatakan tidak setuju dan 87% menyatakan setuju dalam wacana pemasangan chip
mikro bagi mantan narapidana kejahatan seksual. Dalam wacana kebiri kimia juga chip mikro
pada pelaku kejahatan seksual seakan maju mundur dilakukan, sebab hal tersebut
berkaitan dengan HAM yang dimiliki setiap penduduk, bedasarkan suara mahasiswa,
38% menyatakan bahwa wacana di atas menyalahi HAM, 61% menjawab bahwa wacana di
atas tidak menyalahi HAM.[]
Kholidia Evening Mutiara