Warga terlihat sedang mengatre untuk mendapatkan air bersih. |
PARIST- Indonesia merupakan
negara yang terletak di daerah tropis. Sehingga memiliki dua musim yakni
musim hujan dan kemarau. Pada tahun 2015 ini terjadi kemarau panjang di Indonesia,
tidak terkecuali di Kabupaten Kudus.
Berdasarkan pemaparan
ketua Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kudus, Bergas C Penanggungan. Beberapa
titik lokasi di Kudus yang kekurangan air bersih karena kemarau panjang pada 12
desa yakni, Desa Papringan, Blimbing Kidul, Sidorekso, Kedongdowo, Prambatan
Lor, Kutuk, Kesambi, Hadiwarno, Jhojo, Termulus, Sadang dan Bulung kulon.
Kekurangan air bersih
pada kemarau ini, menurut Bergas disebabkan sedikitnya cadangan air yang ada di
sumur dan sumber air lainnya. “Hal ini terjadi disebabkan menurunnya cadangan
air di dalam tanah. Cadangan air menurun karena semakin banyaknya lahan beton
dibandingkan lahan hijau. Pada dasarnya air turun meresap ke tanah, karena
terhalang lahan beton air tidak bisa meresap,” ungkap Bergas saat ditemui Paradigma di kantornya, akhir September
lalu.
Mengatasi kekurangan
air bersih tersebut, BPBD mengirim air bersih ke desa-desa tersebut. Pemberian
bantuan air bersih berasal dari desa yang mengajukan permintaan bantuan air
bersih kepada BPBD.
“Droping air itu dipergunakan
untuk kebutuhan konsumsi, seperti makan dan minum. Tidak untuk keperluan mandi
apalagi digunakan untuk pengairan sawah,” tegas Bergas.
Bergas mengatakan selama ada permintaan bantuan air bersih, pihak BPBD akan
melayani. Droping
air bersih dilakukan terus-menerus sampai masalah air bersih berakhir. Setiap
tahunnya BPBD menganggarkan sebanyak 400 tangki air bersih untuk droping air bersih.
Selain dari BPBD,
beberapa pihak juga melakukan droping
air bersih, seperti PT Djarum, PDAM ( Perusahaan Daerah Air Minum), PMI (Palang
Merah Indonesia), dan beberapa relawan lainnya yang peduli terhadap kekurangan
air bersih ini. BPBD juga bisa meminta bantuan air bersih kepada Bandan
Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Pati, jika dirasa bantuan air bersih yang
diberikan masih kurang.
Pola
Droping Air
“Sumber air bersih BPBD berasal dari PDAM. Dari PDAM
didistribusikan ke wilayah-wilayah yang membutuhkan bantuan air bersih,”
terangnya. Untuk yang bertanggung jawab pendistribusian air bersih di wilayah
kecamtan Kaliwungu adalah Perusahaan Djarum. Sedangkan yang lainnya oleh BPD
dan relawan lainnya.
Ada dua cara untuk melakukan droping air bersih. Pertama, droping
air bersih dilakukan dengan mengisi tandon ke lokasi-lokasi yang membutuhkan setiap
pagi harinya. Kedua, droping air dilakukan secara ngecer, maksudnya warga dikumpulkan pada titik lokasi yang sudah
disepakati. Kemudian warga mengantri di depan truk tangki untuk mendapatkan air
bersih.
Droping air bersih dengan cara ngecer dilakukan pada sore hari, mengingat pada waktu itu
masyarakat sudah berada di rumah atau pulang dari kerja. Kekurangan droping air bersih dengan cara ngecer
adalah menghabiskan banyak waktu -sekitar tiga sampai empat jam. Selain itu
juga banyak air yang terbuang karena warga berdesak-desakan saat mengantri.
Berbeda dengan desa yang memiliki tandon. Petugas hanya mengisi tandon-tandonnya
saja. Kemudian masyarakan hanya perlu membuka kran pada tandon jika ingin
mengambil air bersih. Ukuran tandonnya pun berbeda-beda yakni 2000 liter untuk
tandon yang berwarna orange, 1500 liter (biru), 1000 liter (putih).
BPBD hanya memiliki tandon sebanyak 14 buah pada
tahun 2015. Tandon-tandon tersebut telah didistribusikan ke berbagai wilayah di
Kudus. Seperti Desa Kedungdowo tiga buah tandon, Paringan dua buah, Bulung kulon
enam buah (dua milik BPBD, empat milik desa), Hadiwarno satu buah, Jhojo tiga
buah, Kesambi tiga buah.
Namun masih ada daerah yang belum memperoleh tandon, salah satunya desa Temulus. Hal ini
dikarenakan banyak daerah yang membutuhkan bantuan. Sedangkan pihak BPBD hanya
memiliki 14 tandon. “Untuk mengatasi hal ini harapan saya, jika ada orang-orang
yang berlebihan air bersih juga ikut menolong
orang yang kekurangan air bersih. Kepala desa, RT dan RW setempat bisa
menggalang dana dari orang-orang yang mampu untuk melayani satu dukuh,” ungkap
Bergas.
Sawah
Ikut Mengering
Selain wawancara dengan pihak BPBD Kudus, Paradigma juga menyambangi kediaman
Kepala Desa Kutuk, Kecamatan Undaan, Supardiono, untuk lebih memperjelas apa
yang menyebabkan daerahnya tersebut dikatakan krisis air bersih. Desa Kutuk sebagian
besar dikelilingi hamparan sawah yang luas. Kondisi geografis lokal kawasan tersebut menjadi faktor
banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau.
Di musim kemarau
ini Desa
Kutuk menerapkan sistem tanam P3 yakni Padi-Padi-Palawija. “Pada musim kemarau
ini, keadaan sawah di desa Kutuk memang mengalami kekeringan, namun tidak
menghambat proses pertanian palawija. Warga memanfaatkan sawah yang kering untuk
proses tanam palawija di penghujung musim kemarau ini. Sistem tanam tersebut
dapat memperbanyak jumlah panen untuk palawija,” tutur Supardiono di ruang tamu
rumahnya (15/10).
Supardiono juga menjelaskan pihak-pihak yang ikut
membantu droping air bersih untuk
desanya tersebut. Seperti pihak BPBD, PDAM, PMI, dan relawan lainnya. Pihak
BPBD membantu droping air bersih
setiap satu hari dua tangki dan itu rutin pada bulan Juli dan Agustus tahun
2015.
Selain droping
air bersih, Desa Kutuk juga mendapatkan gelontoran air dari Waduk Kedung Ombo.
“Sekarang tidak mendapat bantuan droping
air lagi, karena Desa Kutuk sudah mendapatkan gelontoran air dari waduk Kedung Ombo. Selain itu akses jalan untuk menuju desa ini sedang ada perbaikan,
sehingga truk pengangkut air tidak bisa melewati jalur satu-satunya yang menuju
kesini.” ungkap Supardiono.
Dengan adanya gelontoran air dari waduk, warga Desa
Kutuk sudah banyak terbantu. Sumur atau sumber air yang berada di dekat aliran
sungai sudah terisi air akibat dari resapan air sungai ke dalam sumur.
Bergas berharap, dalam menanggulangi musim kemarau
panjang, sebaiknya pembangunan lahan beton dikurangi. Menurutnya, banyaknya
lahan beton menjadikan air susah meresap ke tanah. Sehingga cadangan air untuk
tahun-tahun yang akan datang semakin berkurang.
Selain itu, Bergas menyarankan untuk membuka lahan
hijau kembali, dengan cara menanam pohon di tempat-tempat yang jarang ditanami
pohon atau lahan kosong yang tidak terpakai. Atau dengan cara membuat sumur
resapan agar mampu menyimpan dan menyeimbangkan cadangan air yang ada di dalam
tanah.[]
Yaumis
Salam