http://mualafmenggugat.files.wordpress.com/2009/05/tangan-merpati.jpg |
“Pada
suatu malam”
Pada suatu malam
Ketika angin enggan menggoyangkan dedaunan
Ragaku meringkih penuh pesakitan
Ruhku melayang ditelan kesunyian
Di bawah pohon kamboja
Yang ditanam bapak sewaktu masih ada
Aku masih merenung sendiri
Mencari kesejatian hidup yang abadi
Nampak gelap mulai menyusup semakin dalam
Menjadi gumpalan hitam,bias tak berujung arah
Perlahan kegamanganku merangsek dalam pikiranku
Mengobrak abrik pemahamanku tentang dunia
Tentang kehidupan
Tentang K E M A T I A N
Halusinasiku semakin menjadi-jadi
Dalam ruang hampa
Suara perkutut milik tetangga menyadarkanku
Bahwa hidup harus di jalani
Sekali lagi
“Menggulung
layar”
Seusai layar digulung
Jejak-jejak keringat menetes diatas panggung
Siluet kehidupan telah kita mainkan
Peran demi peran
Sorot lampu menukik tajam kini telah redup
Kini tinggal sisa-sisa penghabisan dari kehidupan
Manusia kembali dari lorong sandiwara
malam ini aku adalah anak dari
kelelawar
setelah dua tahun tidur di gua cahaya pendar
mengambang untuk hidup
setelah dua tahun tidur di gua cahaya pendar
mengambang untuk hidup
terasa masih sama
saat ku kecap kopi di cangkir yang sama
sedikit manis yang ada
diantara kepahitan yang kurasa biasa saja
saat ku kecap kopi di cangkir yang sama
sedikit manis yang ada
diantara kepahitan yang kurasa biasa saja
“RAK
BUKU”
Senja itu aku berjalan ke sebuah
toko buku
Ratusan buku berderet kedipkan
hasratku
Nama-nama penulis mentereng melambai
merayuku
Mengajakku berkencan menembus
dimensi ruang dan waktu
Judul-judul kubaca seksama
Namun tak semua
Inginku peluk,kudekap satu persatu
Kubawa pulang menambah koleksi
bacaku
Tapi,pasopati menantangku membawa
berang sambil menangis tersedu-sedu
Aku melihat orang-orang berjalan
Mengitari ruang mencari judul yang
mereka inginkan
Tak sengaja kulihat anak kecil
dipojong ruang
Menatapku tak sengaja melempar
pandang
Sekilas ia bicara dalam bahasa mata
“selamat datang dalam dunia mengeja
kata”
Kulempar mataku pada rak betema
sastra
Dimana kata-kata puitis bertelanjang
dada
Terkesan indah dan megah parasnya
“Keindahan adalah sebuah
kebebasan,katanya”
Tapi sayang itu hanya alibi semata
Kata-kata adalah buih dalam samudra
Terserah mau menggunakan untuk
kepentingan yang mana
Terlalu egois,lebih baik aku berbaik
sangka
Masih banyak yang menggunakannya di
jalur yang semestinya
Dan aku memilih satu buku
Ia berjudul “AKU”
Kudus
km 07
“KITA ADALAH JARAK”
Kita adalah dua ekor
burung dara diranting pohon-pohon kamboja
Kau betina diam
sediam-diamnya yang hanya menggerakkan ekor-ekornya
Aku adalah pejantan
yang bergerak berputar putar sambil mengeluarkan nyayian yang tidak akan bisa
diabadikan dalam aksara
Ketika sesekali angin
menyentuhkan ujung-ujung jarinya ke bulu-bulu lembut keduanya.
Dengan apakah gerangan
waktu bisa diukur jaraknya kekasih?
“Kenangan”
Yang tak surut oleh air
mengalir
Adalah kenangan
Kenangan yang hadir
bersama aroma tubuh dan bayangan semu
Itu adalah kenanganku
tentang dirimu
Kenangan yang saling
mengenang
Kenangan saling
mengancam
Kenangan saling silang
Saling berlilitan
Kenanganku menjadi
kerikilpun tak mampu.
“Kembalilah
kenanganku”
Lukiskan aku kenangan
tentang masa lalu
Sebelum tahun
melahirkan bulan ketiga belas
Sebelum cinta dan kasih
sayang bersaling silang beda
Aku menginginkanmu
melebihi masa itu
Akan aku terima dengan
segenap jiwa dan raga
Kau boleh menganggap
aku gila atau tak tahu muka
Tak ada alas an lain
bagimu untuk tak menerima
Lingkaran emas yang aku
tempa dari darah dan air mata
Gaun yang ku pintal
dari benang derita
Mari kekasihku
Mari kita habiskan
sisa-sisa cinta kita dimasa yang lalu.
Oleh :