Kudus, Parist.Id, Sebagai kota santri Kudus selama ini terkenal dengan situasi yang
serba damai dan minim kejahatan. Namun dibalik itu ternyata juga banyak
kejahatan yang luput dari pandangan. Hal itu mengemuka dalam Seminar
memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 2017 di Auditorium Universitas Muria
Kudus pada Sabtu (22/07/17).
RAMAI : Arist Merdeka Sirait menyampaikan seminar kejahatan anak di Auditorium UMK pada Sabtu (22/07/17) |
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak,
Arist Merdeka Sirait, menuturkan saat ini semua elemen harus waspada terhadap
kejahatan anak. Ia meyayangkan sikap masyarakat yang terlalu abai sehingga para
pelaku kejahatan anak masih memiliki ruang terbuka.
“Banyak kasus tidak selesai karena pihak
terkait menganggapnya sebuah hal yang wajar,” tukasnya.
Menurut Arist pelaku kejahatan anak
didominasi oleh keluarga dan orang-orang terdekat. Ia juga menunjukkan laporan
dan slide kasus kejahatan anak yang pernah ditanganinya. Diantara kejahatan itu
ialah penyiksaan, pemerkosaan, pembunuhan dan mutilasi. Bahkan ada yang sampai
dikuliti dan dagingnya dijual, seperti yang terjadi di Siak, Riau.
“Ini termasuk extraordinary crime
yang harus kita berantas bersama,” katanya.
Selanjutnya, Arist menghimbau agar para
keluarga di Indonesia mampu hidup secara harmonis dan sadar gender. Artinya
tidak ada sekat yang membuat saling melempar tanggung jawab apalagi sampai
timbul pertengkaran.
Sementara itu, Any Ismayawati, Pengurus
Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak Kudus menuturkan banyak faktor
penyebab maraknya kasus kejahatan anak. Yaitu hubungan keluarga yang kurang
harmonis, kondisi ekonomi yang tidak bagus dan tingkat pendidikan orang tua
yang rendah. Sedangkan pengaruh luar ialah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta perilaku konsumtif masyarakat.
“Apalagi kalau sudah berbicara gengsi,
modus dan peluang terjadinya kejahatan akan semakin kuat,” katanya.
Dalam kesempatan ini Any juga mengingatkan
masyarakat Kudus agar lebih peduli terhadap perlindungan anak. Tidak bisa kita
mungkiri Kudus yang dikenal sebagai kota damai ternyata menyimpan kejahatan
yang tidak banyak diketahui publik. Contoh kecilnya ialah mengajari anak-anak naik kendaraan bermotor.
"Akhirnya anak-anak kenal balapan, ugal-ugalan dampak selanjutnya bisa terjerumus dalam geng motor juga kecelakaan," jelas Dosen STAIN Kudus ini.
"Akhirnya anak-anak kenal balapan, ugal-ugalan dampak selanjutnya bisa terjerumus dalam geng motor juga kecelakaan," jelas Dosen STAIN Kudus ini.
Menanggapi, Pengurus Pusat Studi Gender
Universitas Muria Kudus, Sri Utaminingsih, menyarankan masyarakat utamanya guru
supaya memberi pendidikan yang memberdayakan. Yaitu pendidikan yang mampu
membawa budi pekerti ke dalam dunia anak yang menggembirakan.
“Banyak visi kreatif yang harusnya
diciptakan mengajarkan budi pekerti secara menyenangkan,” tandasnya. (Farid)