Parist.ID, KUDUS- Maraknya ujaran kebencian di masyarakat utamanya
kawula muda agaknya telah sulit dibendung. Salah satu cara untuk menangkal itu
ialah dengan mengalihkan ujaran dari benci menjadi cinta. Hal itu mengemuka
dalam diskusi Tajug Syahadat dan bedah buku Kasmaran karya Usman Arrumy. Mengambil
tema Penjamu Cinta kegiatan itu dihelat di Arjuna Café, Rabu (30/07/17).
Mail/Paragraph |
Hadir
sebagai pembicara Kiai Nyentrik asal Semarang, Budi Harjono, Budayawan, Budi
Maryono dan Penulis Buku Kasmaran, Usman Arrumy.Dalam
kesempatan itu Kiai Budi Harjono menyampaikan peralihan dari benci menjadi
cinta bisa menjadi solusi menangkal ujaran kebencian. Orang yang sedang
kasmaran tidak akan mengeluarkan ujaran kebencian sebab hatinya sedang
berbunga-bunga.
“Kasmaran adalah peralihan dari mengujar
kebencian menjadi salah satu rasa cinta,”
ujar Budi.
Peralihan dari benci menjadi Kasmaran dan kemudian berkembang lagi menjadi Cinta adalah peralihan yang bertahap tapi pasti. Sementara
Budayawan Budi Maryono mengungkapkan
makna cinta yang seringkali disalah artikan sebagai
keharusan memiliki semua yang kita cintai.
“Koruptor mengambil sebagian harta negara
karena dia mengharapkan imbalan dari yang ia cintai, yaitu tanah air atau negara” tukas Budi.
Padahal
sebaliknya, cinta bukanlah mengharap imbalan
akan tetapi memberi tanpa mengharapkan timbal balik dari yang kita cintai. Ia mencontohkan
cinta yang diberikan seorang ibu kepada anaknya.
“Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, itu
adalah contoh cinta yang sesungguhnya,” Imbuhnya sambil menyanyikan penggalan
lirik lagu “Kasih Ibu” itu.
Dalam
kesempatan ini, Usman Arrumy, penulis Buku Kasmaran itu menjelaskan proses
lahirnya buku karangannya itu. Usman mengurai cinta menjadi sajak-sajak dan prosa. Menurutnya
cinta tak akan habis jika ditulis, namun paling mudah untuk menjabarkan cinta
adalah melalui sajak puisi. Ia juga menambahkan bahwa buku “Kasmaran”
adalah salah
satu bentuk cintanya kepada sang Ibu.
“Saya terlalu bingung dengan ucapan-ucapan Ibu, jadi buku
ini semoga menjadi salah satu bukti cinta kepada Ibu saya,” jelasnya.
Ditengah-tengah acara diskusi
itu diselingi juga tarian sufi oleh santri pondok Al-Islah asuhan Kiai Budi Harjono, Semarang. Tidak
mau keitnggalan, santri Pesantren Senirupa Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) juga menampilkan Live Art kaligrafi
disaksikan ratusan tamu yang hadir. Selain itu
penonton juga terhibur dengan penampilan spontan sahabat Kiai Budi Harjono yang berdomisili di Kudus,
Habib Muhammad Syafiq bin Sholeh Al-Kaff yang menari Zapin. [] (Mael/FAR)