Judul : Semua Ikan di Langit
Penulis : Ziggy
Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit : Grasindo
Cetakan : Februari, 2017
ISBN : 9786023758067
Tebal : 259 halaman
Mengapa anak-anak
menyukai dongeng? Apakah karena dongeng memuat cerita fantasi? Meskipun dongeng
tidak pernah benar-benar terjadi mayoritas anak menyukai dongeng.
Bagi anak-anak,
dongeng mungkin seperti wadah yang mengucurkan imajinasi bagi isi kepala. Tidak
seperti orang dewasa yang pikirannya sudah dipenuhi angka-angka dan
pertimbangan logis. Sehingga, tidak bisa menikmati dongeng sebagaimana
anak-anak.
Kritik semacam itu
pernah muncul melalui karya Antoine De Saint-Exupery, berjudul Le Petit Prince (Pangeran Cilik). Ada
yang menyebut buku itu fabel kanak-kanak yang penuh teka-teki. Sebagian orang mempertanyakan, cerita tersebut sebenarnya
ditujukan untuk orang dewasa atau anak-anak? Karena bagi orang dewasa pun
sebenarnya tidak mudah memahami ‘teka-teki’nya.
Novel Pemenang
Pertama Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2016, Semua Ikan di Langit juga sebuah dongeng. Juri sayembara tersebut,
menyebut Semua Ikan di Langit
mengingatkan mereka pada fabel kanak-kanak Pangeran
Cilik milik Antoine De Saint-Exupery. Penulisnya, Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
melalui sebuah wawancara memang mengakui sudah membaca Pangeran Cilik sebanyak 114 kali.
Sebagai pembaca
cerita, kita kadang terjebak untuk mencari tahu maksud simboliknya. Memahami
cerita dengan pola pikir semacam itu pernah saya coba pada Pangeran Cilik dan Semua Ikan
di Langit. Dengan cara itu malah saya mengganggap Pangeran Cilik (yang disebut novel klasik anak-anak yang pesonanya
tak lekang oleh waktu) dan Semua Ikan di Langit
(yang disebut juri Sayembara Novel DKJ 2016 ditulis dengan ketrampilan bahasa yang
berada di atas rata-rata para peserta lainnya) sebagai cerita yang
membingungkan.
Ziggy memulai buku
ini, dengan mengatakan orang yang gendut adalah planet. “Inilah kenapa orang
yang makan terlalu banyak menjadi gendut? karena mereka perlahan-lahan menjadi planet,
dimulai dari perut yang menyimpan begitu banyak konstelasi bintang.” (hlm 1)
Apakah kita perlu
memahami dahulu arti simbolik dari cerita tersebut agar bisa menikmati
ceritanya? Kita bisa mengingat, dahulu, pada masa kanak-kanak kita lebih mudah menerima
dongeng. Meski, tidak bisa dipungkiri bahwa setiap cerita mewakili maksud
tertentu dari penulisnya.
“Orang-orang yang percaya bahwa ia bisa menemukan penjelasan di balik keajaiban mungkin tidak percaya ‘keajaiban’ itu ada sama sekali.” (hlm 162)
Ada yang menyebut
sastra adalah sebuah jalan yang melingkar. Pesan moral tidak disampaikan secara
apa adanya seperti pemuka agama. Semua
Ikan di Langit menuturkan cerita dengan cara semacam itu, lewat penuturan
Si Gendut Bus Damri. ‘Saya’ sebagai Bus menceritakan perjalanannya dengan bocah
berjubah longgar yang dipanggilnya Beliau. Beliau dikelilingi ikan
julung-julung yang terbang. Bersama Si Kecoa Nad dan tokoh-tokoh lainnya yang
ditemui dalam perjalanan menembus ruang waktu dan galaksi. Petualangan mereka dipenuhi
hal-hal absurd nan imajinatif.
Membaca Semua Ikan di Langit membuat saya
memikirkan bagaimana cara mencintai. Bahkan cinta yang dianggap baik oleh semua
orang pun. Bila dilakukan secara berlebihan menjadi tidak baik. Dalam kehidupan
sehari-hari, barangkali kita teringat laku para teroris dan orang-orang yang
mudah meributkan perbedaan agama dan ras.
Arif Rohman,
Tinggal di Kudus. Beberapa resensinya sudah
dimuat di Koran Jakarta, Koran Muria, dan Kedaulatan Rakyat.