Tangerang, Parist.ID - Pengetahuan yang kering tentang
agama menjadikan generasi muda cenderung apatis dan skeptis. Hal itu mengemuka
dalam acara “Ngaji Ihya Zaman Now” bersama Cendekiawan Muslim, Ulil Abshar
Abdalla dan Pemerhati Islam Kontemporer, Haidar Baqir di ICE-BSD Serpong,
Tangerang Selatan, Kamis (23/11/17).
Menjelaskan : Ulil Abshar Abdalla memaparkan konten Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali, di ICE BSD, Kamis (23/11/17) |
Menurut Ulil, pemuda sekarang
tidak hanya haus soal pemahaman agama, tetapi juga spiritual dan sosial. Akibatnya
sebagian dari mereka terjerumus ke arah tindakan radikal dan fundamental.
Fenomena itu juga yang kemudian menggugah kemauan Ulil untuk mengaji Ihya
Ulumuddin via online di Facebook.
“Ihya ini sangat bagus bagi
masyarakat kekinian, relevansinya sampai saat ini bahkan sampai tahuntahun
selanjutnya. Saya yakin orang, utamanya pemuda, yang mau ngaji Ihya tidak akan
jadi fundamentalis,” katanya dalam kegiatan yang menjadi rangkaian
International Islamic Education Expo 2017 (IIEE) itu.
Ulil juga menyampaikan dalam
kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali menuliskan pemahamannya secara
moderat, detil dan penuh nasehat yang memberi solusi tentang perilaku
sehari-hari. Itu tidak hanya berisi tentang tasawuf tetapi juga syariat dan
hikmah.
“Salah satu ajarannya yaitu
tentang khauf dan raja’. Masing-masing itu bisa menjadi obat bagi perilaku
beragama seseorang. Bagi orang yang menyepelekan agama hendaknya ia khauf,
sedang bagi yang terlalu takut dengan dosa maka harus raja’,” ujarnya.
Sementara itu, Haidar Baqir,
menekankan karya-karya Imam Ghazali fenomenal sebab niat penciptaannya. Pertama,
Imam Ghazali niat menuliskan pemahaman yang diberikan Allah kepadanya. Kedua,
Imam Ghazali niat memudahkan orang lain untuk memahami agama. Ketiga, Imam
Ghazali berniat untuk merawat ilmu yang dimilikinya.
“Nah, yang terakhir, Imam Ghazali
ingin meringkas. Niat mulia itu yang membuat karya Al-Ghazali tetap eksis dan
relevan hingga saat ini,” jelasnya.
Sebagai seorang sufi, lanjut
Haidar, Imam Ghazali paham betul bagaimana ia harus memposisikan diri
ditengah-tengah masyarakat. Artinya tidak kemudian uzlah (menyendiri) setiap
hari, tetapi juga bisa membagi waktu untuk terjun juga kepada masyarakat.
“Jadi tahu kapan waktunya uzlah
dan kapan terjun ke masyarakat. Tidak lantas menyendiri terus dengan alas an
mendekatkan diri kepada Allah semata. Semua perbuatan juga sebenarnya bisa kita
jadikan media mendekatkan diri,” bebernya.
Kegiatan bertajuk “Ihya Ulumuddin
dalam Perspektif Spiritual Baru Zaman Now” itu diadakan oleh Subdit Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat PTKI Kementrian Agama RI. (FAR)