KUDUS,
PARIST.ID – Kerajaan
Champa yang notebene ada di Vietnam dulunya, diidentikan masyarakatnya seperti
orang Jawa bahkan Melayu. Hal tersebut disampaikan oleh Syahrizal Budi Putranto
pada acara bedah buku "Champa: Kerajaan Kuno di
Vietnam" di gedung menara, Kudus,
Jumat,
(1/12/17).
Syahrizal menyampaikan garis besar buku "Champa: Kerajaan Kuno di Vietnam". Foto: Anas/Paragraph |
Acara itu merupakan rangkaian acara Perayaan
Peradaban Wali-wali Jawi yang digelar oleh Perhimpunan Pemangku Makam Auliya (PPMA)
se-Jawa bekerja sama dengan bidang Warisan Budaya dan
Diplomasi Budaya (WDB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Syahrizal
menjelaskan bagaimana perjalanan ia dan penulis lainnya Erlangga Ibrahim yang
penasaran dengan arsitektur kuno yang berada di Champa (vietnam) mirip yang ada
di Jawa. Selain itu, bentuk telinga juga peradaban masyarakat Champa seperti
masyarakat Jawa.
"Masyarakat
Champa pun kulitnya tidak sama dengan mayoritas penduduk Vietnam yang berwarna
kuning seperti China," kata katanya.
Menurutnya
keterkaitan antara Champa dan Jawa dengan Islam adalah suatu yang harus dibuka
ke masyarakat. Champa sendiri berasal dari daerah India yang beragama Hindu.
Selain
itu, Champa juga memiliki keterkaitan dengan para Walisongo. Seperti Raden
rahmat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Ia merupakan keturunan dari
Dewi Candra Wulan dari Champa dan ayahnya Ibrahim Al-Ghazi dari Uzbekhistan. Putri Champa selalu dikaitkan dengan tema pengislaman di Pulau Jawa.
Sunan Ampel juga menjadi cikal bakal kaum Islam di daerah Ampel yang kemudian anak, menantu dan cucunya pun menjadi wali yang menyebarkan
Islam di Indonesia.
“Islam dapat diterima karena strategi dakwahnya yang
menghormati agama lokal,” pungkasnya.
Sementara
itu Ketua PPMA, Em Najib Hasan, prihatin dengan Islam sekarang yang rasanya
"kasar". Para muballig sebagai juru dakwah, berubah menjadi juru
pidato yang berbicara tanpa mengerti akan sejarah penyebaran Islam di
Nusantara.
"Maka
penting sekali bedah buku ini sebagai langkah mengembalikan fungsi dkawah era
Walisongo dengan mengetahui seluk beluk sejarah pengaruh Champa di Jawa,"
ujar Najib.
Walisongo,
lanjut Najib, saat menyebarkan Islam tidak seperti dakwah zaman sekarang.
Strategi yang
digunakan adalah setrategi kebudayaan yang memanfaatkan budaya lokal sebagai
media dakwah alternatif. Dakwah itu memiliki dimensi yang luas dan penuh dengan
kesejukan.
"Ingin
mendekatkan kepada Islam kok malah dikerasin," pungkas Najib
disambut tawa para peserta bedah buku.
(Arum/Salim)