PARIST.ID, Kampus - Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Paradigma adakan kelas sastra untuk pertama kali pada kepengurusan tahun 2018. Àcara ini diikuti oleh anggota dan marga 2018.
Sebagai penggiat sastra sekaligus alumni LPM Paradigma, Al Mahfud mengatakan langkah awal dalam menulis sastra adalah pengalaman dari diri sendiri. "Menulis yang paling mudah sebenarnya tentang kehidupanmu sendiri. Untuk menulis sesuatu yg mendalam akan lebih efektif jika kita memang mempunya sesuatu di bidang itu, termasuk fiksi" tuturnya saat mengisi kelas sastra, Minggu (18/2/2018). Di teras LPM Paradigma.
Selain itu, ia juga menjelaskan tentang konflik saat membuat cerita. Menurutnya, dalam membuat konflik tak harus berbenturan antara yang satu dengan yang lain. "Kembali ke definisi konflik. Sebenarnya membuat konflik tak harus benar-benar berbenturan. Seperti si A membunuh si B atau yg lainnya. Terkadang ada juga cerpen yang di dalam ceritanya, pembaca dibuat untuk menerka-nerka konflik di dalam ceritanya" jelasnya.
Berbeda dengan Al, menurut Devisi sastra, Shoma Noor Firda Inayah, awal paling mudah saat menulis sastra tergantung dari si penulis. "Setiap orang mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mengawali menulis. Misalnya saat seseorang sedang patah hati. Biasanya mudah menuangkan imajinasi untuk mewakili hatinya" tuturnya.
Untuk kelas sastra selanjutnya, ia berencana akan membuat dengan sistem hampir sama seperti di Komunitas Fiksi Kudus (KOFIKU). "Jadi nanti sistemnya fokus bedah karya, sharing nulis dan latihan nulis saja" katanya.(Falis)
Sebagai penggiat sastra sekaligus alumni LPM Paradigma, Al Mahfud mengatakan langkah awal dalam menulis sastra adalah pengalaman dari diri sendiri. "Menulis yang paling mudah sebenarnya tentang kehidupanmu sendiri. Untuk menulis sesuatu yg mendalam akan lebih efektif jika kita memang mempunya sesuatu di bidang itu, termasuk fiksi" tuturnya saat mengisi kelas sastra, Minggu (18/2/2018). Di teras LPM Paradigma.
Selain itu, ia juga menjelaskan tentang konflik saat membuat cerita. Menurutnya, dalam membuat konflik tak harus berbenturan antara yang satu dengan yang lain. "Kembali ke definisi konflik. Sebenarnya membuat konflik tak harus benar-benar berbenturan. Seperti si A membunuh si B atau yg lainnya. Terkadang ada juga cerpen yang di dalam ceritanya, pembaca dibuat untuk menerka-nerka konflik di dalam ceritanya" jelasnya.
Berbeda dengan Al, menurut Devisi sastra, Shoma Noor Firda Inayah, awal paling mudah saat menulis sastra tergantung dari si penulis. "Setiap orang mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mengawali menulis. Misalnya saat seseorang sedang patah hati. Biasanya mudah menuangkan imajinasi untuk mewakili hatinya" tuturnya.
Untuk kelas sastra selanjutnya, ia berencana akan membuat dengan sistem hampir sama seperti di Komunitas Fiksi Kudus (KOFIKU). "Jadi nanti sistemnya fokus bedah karya, sharing nulis dan latihan nulis saja" katanya.(Falis)