PARIST.ID, Semarang-
Representasi wajah Indonesia dapat dilihat
melalui cerminan perilaku masyarakatnya. Barisan Ansor Serba
Guna (Banser) bersama Gerakan Pemuda Ansor telah mewujudkannya dalam satu garis Kebhinekaan dengan mengadakan Ngaji
Indonesia bersama para budayawan dan seniman di halaman Gereja Blenduk, Kota
Lama, Semarang Minggu (03/05/2018) malam.
Ngaji
Indonesia dengan tema “Berindonesia Itu Ibadah”
merupakan salah satu runtutan acara yang diusung oleh GP Ansor dan Banser
wilayah Kota Semarang sebagai bentuk rerumat
kebudayaan serta dalam rangka gebyar Ramadhan.
Dalam acara tersebut, dihadirkan budayawan dan seniman sekelas Eko Tunas, Prie
GS, Kiai Budi Harjono, Sosiawan Leak, Timur Sinar Suprabana, dan Kang Manto
sebagai pembicara, dan dimoderatori oleh Gus Abdullah Ibnu Thalhah.
Pengamatan
Eko Tunas merepresentasikan wajah
Indonesia dari rumah kecilnya yang
dipenuhi anak-anak cerdas, dengan didikan buku dan pengetahuan
tentang sejarah. “Sejak zaman
dahulu, Indonesia merupakan bangsa yang berbudaya tinggi. Hal itu sudah
ditanamkan sejak zaman kerajaan Mataram masih berdiri. Kemudian dilanjutkan oleh
kerajaan Majapahit. “Sejarah yang
menggambarkan tingginya budaya Indonesia itu kemudian dirangkum Ir. Soekarno
dalam falsafah negara menjadi dasar ideologi bangsa, Pancasila,” jelasnya.
Sebagaimana Kiai
Budi Harjono dengan sudut pandang sufistiknya yang menyatakan bahwa Indonesia adalah tempat pusatnya ilmu
pengetahuan pada zaman dahulu. "Sehingga
para ilmuan yang datang merupakan orang-orang yang hendak bernostalgia dengan
kekayaan alam serta pengetahuan yang diberikannya," terangnya.
Begitupun, Prie
GS yang menyatakan bahwa Indonesia
adalah wajah sholih yang memiliki kebijaksanaan intelektual yang tinggi serta
menjunjung kebudayaan dengan sangat baik. Indonesia
itu ramah. Sehingga dalam menghadapi permasalahan tidak perlu menggunakan
emosi. “Tetap bijaksana dan tenang, karena orang
Indonesia itu cerdas. baik dalam hal
intelektual maupun moral,” ujarnya.
Sementara Timur
Sinar Suprabana menyatakan, representasi wajah Indonesia melalui puisi Chairil Anwar yang berjudul ‘Cerita
Buat Dien Tamaela”. Dari puisi tersebut, Timur berpesan
agar sebagai bangsa yang kaya akan kultur dan budaya, Indonesia harus saling
menghargai. “Karena bangsa Indonesia bukan hanya ada
di Jawa, namun juga dari seluruh wilayah yang meliputinya,” tegasnya.
Kang
Manto menguatkan pendapat tentang pentingnya merawat bangsa karena merasakan
kemirisan yang kini menerjang kebhinekaan
bangsa. Dengan maraknya tindakan terorisme yang mengatasnamakan ideologi Islam
oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Membela
agama itu boleh, tapi membela negara jauh lebih penting. Karena membela negara
itu berarti kita sudah membela agama. Sebab hanya negara yang dapat digunakan
sebagai tempat bernaung untuk berlindung,” tuturnya.
Kegiatan tersebut ditutup dengan puisi yang berjudul Gusjigang dari Sosiawan Leak. Baginya,
cerminan wajah bangsa Indonesia dapat direpresentasikan dari kota kecil Kudus
yang memiliki berbagai macam budaya di dalamnya, namun masyarakatnya dapat
hidup rukun dan damai. (Risa/Wa)