“Mahasiswa, kau ingin jadi apa? Pengacara,
untuk mempertahankan hukum kaum kaya, yang secara inheren tidak adil? Dokter, untuk
menjaga kesehatan kaum kaya, dan menganjurkan makanan yang sehat, udara yang
baik, dan waktu istirahat kepada mereka yang memangsa kaum miskin? Arsitek,
untuk membanguan rumah nyaman untuk tuan tanah? Lihatlah di sekelilingmu dan
periksa hati nuranimu. Apa kau tak mengerti bahwa tugasmu adalah sangat
berbeda: untuk bersekutu dengan kaum tertindas, dan bekerja untuk menghancurkan
sistem yang kerjam ini?”
- Victor
Serge, Bolshevik
Selamat datang di kampus hijau IAIN Kudus bagi kawan-kawan pilihan yang berkesempatan
merengguh dalamnya sumur ilmu pengetahuan. Dunia kampus layaknya hutan
belantara, semangatlah dalam mengarungi dengan berbagai macam tantangnnya.
Namun percayalah bahwa kampus adalah tempatmu untuk menguji mimpi dan nyali.
Tak terasa saat ini kau sudah mendapat predikat sebagai mahasiswa, sebuah
capaian tertinggi dalam tingkat pendidikan formal. Secara etimologi Mahasiswa
terdiri dari dua kata, yakni maha dan
siswa. Maha mempunyai arti sangat;
besar; amat; teramat. Dan siswa berarti murid; pelajar.
Sederhananya kita dapat mengartikan mahasiswa sebagia pelajar yang
mepunyai derajat tinggi dalam hal intelektual.
Namun, apa yang dimaksud dengan intelektual? Apakah mereka yang ber-jabatan
tinggi, duduk dalam kekuasaan, mengekalkan status
quo diantara kaumnya (baca: masyarakat).
Intelektul ialah orang
yang tidak berhenti di ilmu saja, namun mereka juga melihat sejauh mana
relevansi dan manfaat ilmunya untuk dunia nyata, untuk kehidupan sehari-hari,
untuk masyarakat. Hal ini bertujuan untuk membentuk mereka untuk menyelamatkan
diri dari kebodohan, kemusyrikan dan penindasan. Intelkektual seperti ini oleh
Ali Syariati disebut rawsyan fikr (Intelektual
tercerahkan).
Bukan malah menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar, sehingga
mereka (mahasiswa) mengalienasi diri dari
lingkungan dan enggan melebur dalam masyarakat.
Selain itu, jika membicarakan tentang mahasiswa, saya teringat dengan
apa yang disampaikan oleh Beni Pramula (Ketum DPP IMM, 2014-2016 &
President of Asian-African Youth Government) dalam RAKORNAS IMM di Banjarmasin,
Ia mengemukakan kalau setidaknya ada 4 karateristik yang mewakili tipe
kepribadian mahasiswa:
Pertama ialah
mahasiwa akademis, mahasiwa yang hanya berorientasi pada nilai akademis, mereka
datang ke kampus bagaimana caranya agar mendapatkan IPK yang tinggi, nilai yang tinggi, rajin ke
perpustakaan, taat kepada dosen, dan yang lainnya untuk mendapat nilai yang
baik.
Kedua mahasiswa
romantic, mahasiswa yang selalu tampil nyentrik
demi menggait lawan jenis, dia datang ke kampus cuma bagaimana caranya berpenampilan
menarik sehingga terlihat gagah, terlihat
tampan, begitu saja cuma bisa gaya-gayaan saja.
Ketiga mahasiswa
hedonis, mahasiswa yang sibuk berbelanja saja, kuliah hanya sekedar singgahan,
tak peduli berapa banyak matakuliah yang mereka tinggalkan demi ke mall dan
nongkrong.
Dan terakhir adalah mahasiswa
organisatoris, mahasiswa yang selalu memperkaya dirinya dengan geliat dunia
organisasi.
Dimanakah kita?
Hendaknya kita menempatkan diri yang
mencerminkan mahasiswa yang akademis dan mahasiwa yang organisatoris.
Tidak dikatakan seorang aktivis yang sukses kalau kuliahnya sampai 5, 6
sampai 10 tahun bahkan sampai di DO (drop
out). Itu tidak dikatakan seorang aktivis yang sukses.
Tidak dikatakan akademisi yang sukses pula kalau seandainya dia tidak
berorganisasi, kalau seandainya dia tidak militan dalam berorganisasi. karena
organisasi inilah tempat kita mengabdi pada masyarakat, tempat bersentuhan
langsung dengan masyarakat, tempat kita peduli terhadap realita sosial di
sekeliling kita dan ikut terlibat dalam
pembangunannya.
Biarkan semangatmu mebawa kau kesana kemari. Salah satunya adalah
organisasi. Sebuah wahana yang mengajarimu untuk melawan apa yang harus
dilawan, membimbing keyakinan untuk percaya kalau kebenaran bukan hanya sebuah
bualan. Dan kebenaran akan memberi kamu semangat untuk mencurigai segala
kepalsuan. Seperti apa yang dipesankan Pramoedya Ananta Toer dalam novel Jejak
Langkah (bagian ketiga dari tetralogi buru): didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah peguasa dengan
perlawanan.
Oleh sebab itu, organisasi adalah kuliah yang sesungguhnya dan menyadarkanmu
kalau hidup tak sekedar hidup seperti babi di hutan.
Selanjutnya penulis ingin mengajak kawan-kawan mahasiswa untuk
meningkatkan minat baca, buku sangat penting bagi mahasiswa yang menyandang status
sebagai kelompok terpelajar, yang dituntut untuk memperbaharui dan
mengembangkan khazanah keilmuannya Jika boleh meminjam kata-kata Komunitas Pecandu Buku, “membaca sebuah buku adalah bukti betapa hebatnya
imajinasi kita membentuk ruang dan waktu”.
)* Penulis adalah Ketua Umum PK IMM adz-Dzikr IAIN Kudus dan
Pegiat Pustaka Jalan-an Kudus)