Foto: Istimewa |
Identitas Buku
Judul Buku :
Bulan Terbelah di Langit Amerika
Penulis Buku : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
Penerbit Buku : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2014
Cetakan :
Ke-1
Tebal Buku :
344 Halaman
ISBN :
978-602-03-0545-5
Hanum dan Rangga merupakan mahasiswa S3 di Wina, Austria, kisah mereka bukan tentang jalan-jalan ke Amerika. Tetapi, perjalan dari sebuah misi dimana hanum ditugaskan untuk liputan mengenai tragedy WTC 9/11 dengan topik “Would the word be better without islam?”. Sedangkan Rangga ditugaskan dengan presentasi papernya yang menyangkutkan seorang filantropi bernama Brown Phillipus.
Perjalanan mereka di Amerika selama 2 tahun dituangkan dalam bukunya yang berjudul Bulan Terbelah di Langit Amerika. Buku ini merupakan buku karya dari Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Buku ekspedisi dari seorang hanum dan rangga di Negeri Eropa. yang menguak tragedy WTC (Word Trade Center) 9/11 di Amerika Serikat, dimana semua orang beranggapan bahwa islam adalah agama terorisme.
Sebelum Hanum dan Rangga menerbitkan novel ini mereka pernah menerbitkan buku dengan tema yang sama mengenai perkembangan islam di dunia barat yaitu, 99 Cahaya di Langit Eropa. Dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa Hanum dan Rangga menjelaskan mengenai sejarah islam dan rahasia islam di Eropa, sedangkan dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Hanum dan Rangga lebih fokus pada respon penduduk amerika terhadap agama islam, agama yang mereka anggap sebagai agama teroris. Dalam dua novel tersebut mengajak pembaca untuk mengenal lebih jauh lagi mengenai islam di Amerika dan Eropa.
Tragedi World Trend Center merupakan serangan yang terjadi pada 11 September 2001(9/11) di New York yang menghancurkan icon New York, Menara Kembar. Hanum mendapat tugas dari bos-nya, Getrud Robinson untuk mengungkap tragedi tersebut. Hanum Sempat tidak setuju, karena warga di sana beranggapan islam adalah agama terorisme. Getrud justru menugaskan hanum karena ia adalah muslim. Baginya, seorang muslimlah yang pantas untuk menguak tragedi itu.
“Dewan redaksi ingin Heute ist Wunderball menulis artikel perdana dalam format full service-nya dengan topik: “Would the word be better without islam?” (hlm. 40).
Secara bersamaan, Rangga juga ditugaskan untuk presentasi papernya dalam konferensi di Washington DC, Amerika Serikat. Dalam konferensi yang nantinya akan membahas dan menengahi seorang filantropi dunia bernama Brown Philipus tentang "Strategi The Power of Giving”. Inilah kesempatan mereka untuk menjalankan misi mereka masing-masing dan mewujudkan mimpi mereka untuk menikmati keindahan Negeri Amerika.
Dalam menjalankan tugasnya, Hanum berdiri tidak jauh dari tempat lokasi kejadian WTC 9/11, disana banyak sekali orang-orang yang akan melakukan demonstrasi massa, Hanum terpontang-panting di New York dan mengharuskan ia untuk tinggal di Masjid. Siapa sangka disana ia bertemu dengan Julia Collins, seorang mualaf yang memiliki nama islam Amala Hussein. Jullian ternyata salah satu keluarga korban 9/11, suaminya Abe menjadi korban peristiwa tersebut.
“Hanum, aku ini mualaf. Abe suamiku meninggal dalam tregedi itu.” (hlm. 96)
Hanum terbelalak ketika mendengar pernyataan dari Julia. Di sisi lain, Rangga bertemu dengan Phillipus Brown di sebuah restoran yang dekat dengan hotelnya. Tanpa diduga, konferensi itu mempertemukan antara Rangga, Hanum, Brown dan Julia. Alasan Brown menjadi seorang filantropi karena ia merasa berutang budi dengan seorang yang dulu menyelamatkannya dari peritiwa 9/11. Abe adalah seseorang yang telah menyelematkan Brown dari peristiwa itu.
“Tuan-Tuan dan ibu-ibu sekalian, Ibrahim Hussein (Abe) lah yang telah menyelamatkanku.” ( hlm.224)
Brown terduduk lemas sambil menyesali segala perbuatannya. Ia berterima kasih kepada Tuhan karena telah memberi kesempatan kepadanya untuk menceritakan kebenaran kejadian 9/11.
“Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang terhormat, jika masih ada yang berpikir dunia ini lebih baik tanpa kehadiran Islam di dalamnya, merekalah para teroris yang sesunguhnya. Tanpa Ibrahim, mungkin saya akan sama setujunya dengan mereka semua bahwa bunuh diri adalah peristiwa terbaik yang bisa memastikan kehidupan saya saat itu.” (hlm. 226)
Novel ini sangat menarik untuk dibaca. Ketika membaca novel ini, kita akan diajak mengingat kembali kejadian 9/11. Novel yang menyisipkan nilai religi-religi ini juga akan menambah pengetahuan kita mengenai islam. Dari segi bahasa, cukup baik dan mudah dipahami.
Novel ini memiliki alur maju mundur karena
di dalamnya mereka menceritakan kembali peristiwa
World Trade Center, kemudian berlanjut ke perjalanan mereka di New York dan
Washington DC. Alur ini membuat pembaca sedikit kesulitan dalam memahami cerita. Begitupun kisah Hanum dan Rangga yang harus dipisahkan memaksa pembaca berpikir dua kali untuk memahami isinya. Selain itu, untuk
penulisan Bahasa Inggris kiranya dapat diberikan terjemahan sehingga pembaca lebih mudah menangkap apa isi pembicaraan dalam novel.
*) Diresensi oleh Faizatul Aliyah, Reporter
Buletin Detik LPM Paradigma