Judul buku : Arah Langkah
Penulis : Fiersa Besari
Penerbit : mediakita
Tahun terbit : 2018
Cetakan : 1
ISBN : 978-979-794-562-9
Jumlah halaman : 300
Fiersa Besari atau kerap disapa “Bung” merupakan seorang penulis muda kelahiran Bandung. Sebelum terjun ke dalam dunia kepenulisan Bung mengawali kariernya sebagai seorang musisi, sebelum akhirnya jatuh cinta dan menambatkan hatinya ke dunia tulis-menulis. Selain sibuk sebagai seorang musisi dan penulis, Bung juga aktif dalam kegiatan penjelajahan. Berkelana ke pelosok Indonesia menyusuri realita negeri sebagai backpacker, menyisakan peran sosial dan humanis pada karya-karyanya.
Arah Langkah adalah karya keempatnya setelah “Garis Waktu”, “Konspirasi Alam Semesta” dan “Catatan Juang”. Berawal dari tahun 2013 dengan kedua temannya Prem dan Baduy yang mempunyai impian menjelajah alam Indonesia. Sebagai backpacker yang minim budget, perjalanan Bung dengan kedua temannya dilalui dengan transportasi dan transit di rumah teman yang ia kenal di Twitter, bahkan markas pencinta alam dan aparatur pemerintah pun disambanginya. Setiap memulai perjalanan Bung memang selalu membagikan kegiatannya itu ke media Twitternya. Teman maya yang belum pernah Bung temui inilah yang membantunya di perjalanan menjelajah Indonesia.
Penjelajahan alam yang di lakukan Bung tak lain adalah untuk meditasi karena patah hati dikhianati kekasih. Meninggalkan hiruk pikuk keramaian Bandung dan pulau Jawa. Menjajal nuansa baru menginjak sisi lain tanah air. Bukan perkara mudah bagi Bung dan kedua temannya, deretan rintangan harus mereka hadapi sebelum bahkan selama perjalanan. Mulai dari sebelum keberangkatan banyak teman yang gagal berangkat bersama mereka, hingga di tengah perjalanan, Prem dan Baduy yang memilih berpisah, memutuskan untuk mengakhiri perjalanan karena urgent pribadi mereka.
Cerita perjalanan disajikan dengan cara yang seru nan menantang, menjadi salah satu kelebihan dari Novel karya Fiersa Besari satu ini. Pesona keindahan alam negeri dan pesan humanis menjadi evord untuk pembaca menyelami setiap bait-bait kata. Ditambah lagi dengan tambahan foto hasil jepretan kameranya menguatkan setiap sendi penghayatan pembaca.
Setiap daerah memiliki cerita berbeda, ia gambarkan sebagai persahabatan dan cinta tanah air. Banyak pesan moral yang ia sampaikan bersama kisah cintanya yang kandas di dalam karyanya. Gaya bahasa yang ringan memudahkan pembaca memahami maksud penulis. Banyak pesan moral yang dapat diambil, pembaca dari segala usia dapat dengan mudah mengetahui inti dan pesan yang didapat dari membaca novel ini.
Alur cerita yang maju mundur awalnya membuat pembaca kebingungan maksud dari cerita yang disajikan. Apalagi cerita yang disajikan berupa kisah perjalanan petualang, tiba-tiba disisipi kutipan masa lalu berlatar percintaan mengharukan, agak tidak sinkron, karena peletakan di tengah-tengah cerita. Namun setelah masuk ke dalam babak berikutnya bisa mulai memahami maksud penulis.
Akhir dari cerita, ia goreskan bagaimana akhirnya ia ditinggalkan Prem yang memutuskan pulang sebab keterbatasan dana, disusul Baduy dengan alasan ibunya yang sakit. Ini menjadi gejolak jiwa antara ia ingin melanjutkan perjalanannya ke Raja Ampat Papua atau mengikuti jejak temannya kembali ke kota kelahirannya. Bung akhirnya membulatkan tekadnya untuk terus berjalan meskipun tanpa Prem dan Baduy.
“Kamu betul, sudah saatnya aku pergi,” kata Bung memantapkan niatnya.
Tiba saatnya Bung mengucap perpisahan dengan teman dari Manado di dermaga meninggalkan ukulele kesayangannya sebagai souvenir perpisahan.
Bung mengakhiri kisah novel Arah Langkah dengan perasaan sedih sebab perpisahan. Setiap daerah yang ia kunjungi menyenangkan untuk mengenal orang baru, sudut pandang baru.
*Diresensi oleh Almadatus Saekhatus Zahro
