CEKATAN: Irur tampak sibuk meracik kopi untuk disajikan kepada pengunjung kedai
(Foto: dok. instagram umatngopi)
Oleh:
Rodhiatun Widiyanti*
PATI,
parist.id – Pagi itu tampak seorang pria berbadan agak berisi, tinggi semampai,
berjenggot hampir di sekitar permukaan wajahnya. Ia sedang berdiri di pojok
meja kerjanya sambil mengutak-atik ramuan-ramuan racikan kopi ala
sendiri. Irur atau Mas Ewok, sapaan akrabnya.
Ia
merupakan seorang pemuda desa yang berani tampil beda di lingkungannya. Sederhananya,
orang awam menganggap kopi hanya sebatas kopi. Akan tetapi, bagi pemuda bernama
asli Khoirur Roziqin ini, ia bertekad untuk menciptakan suasana yang baru di
desanya. Meskipun di awal perjalanannya banyak hambatan yang menghadang, ia
tetap tak pernah goyah berusaha dna terus berjalan, hingga ia berhasil
mendirikan kedai kopi “Umat Ngopi”.
Niat
awalnya yang semula hanya bertujuan untuk mengumpulkan orang-orang
sekitar yang suka ngopi, kedai yang berdiri sejak tahun 2019 ini justru menjadi
wadah tongkrongan baru bagi pecinta kopi di daerah Jakenan.
“Niatnya
mau ngumpulin anak-anak daerah sini yang suka ngopi, sih, jadi kayak sekelompok
orang yang suka ngopi gitu aja, sih,” kata Irur saat ditemui di kedai miliknya,
Senin (07/06/2021).
Berbicara
perihal kopi, seakan sudah menjadi salah satu kebutuhan manusia era kini. Semua
kalangan dari remaja, dewasa, sampai orang tua menjadi bagian dari penikmat
kopi Indonesia. Minuman hasil dari seduhan biji kopi yang telah disangrai dan
dihaluskan menjadi bubuk ini menjadi satu komoditas masih yang dibudidayakan
sampai saat ini.
Minuman
berbahan dasar kafein ini diperkenalkan pertama kalinya oleh Negara Yaman pada
abad ke-15. Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan “ngopi” sudah
beragam. Maka tidak heran jika banyak kawula muda yang memulai bisnis kopi.
Bahkan di Indonesia sendiri, kini jumlah pengusaha kopi semakin bertambah.
Salah
satunya Irur (25), pemuda asal Desa Sidomulyo, Jakenan, yang mendirikan kedai
kopi di desanya. Berawal dari angkringan kopi, Irur memulai bisnis perkopian
dengan metode mix dan manual brew. Di tempat yang berukuran 13 x 30 meter itu,
kini disulap menjadi kedai kopi sederhana dengan konsep homing friendly.
“Konsepnya
di sini itu agak homing frendly gitu, sih, Mbak. Jadi, selain kamu
nongkrong di sini, ngopi di sini, juga bisa sharing, ketemu temen-temen
baru, ya bisa jadi rumah kedualah istilahnya kalau di sini,” jelas pemuda yang
mengenakan kaos pendek hitam dan celana pendek hitam serta bertopi hitam itu.
Begitu
ramah Irur menyapa kedatangan kami. Itulah sosok barista coffee sekaligus
pemilik kedai “Umat Ngopi”. Apalagi konsep tempat yang diusung begitu apik,
natural dan sederhana serta disuguhkan dengan pemandangan sawah nan hijau yang
terbentang di sekitar kedai, menjadi nilai tambah bagi para pengunjung yang
datang untuk berlama-lama ngopi di sana.
Bermula
dari Hobi
Selain
sebagai penyalur hobinya yaitu nongkrong dan senang memperluas relasi, tujuan Irur
membuka bisnis di perkopian untuk membuat suasana baru. selama ini, ia melihat
di daerahnya banyak yang konsumtif kopi, tetapi kebanyakan warung-warung kopi
biasa. Dari sinilah Irur memilih untuk mendirikan kedai kopi dengan caranya
sendiri.
Awalnya
memang terkesan aneh. Terlebih lagi bagi masyarakat pedesaan, mayoritas dari
mereka hanya mengonsumsi kopi hitam saja. Namun, bagi Irur, hal tersebut bukan
hambatan yang serius baginya. Dengan kegigihannya, ia mulai memperkenalkan
produknya kepada teman-temannya terlebih dahulu. Setelah 8 bulan pertama,
barulah kedai miliknya banyak pengunjung dari luar daerah. Dari situ banyak
masyarakat mulai penasaran dengan “Umat Ngopi” yang hampir setiap harinya tak
pernah sepi pengunjung.
Berasal
dari keluarga pebisnis kecil-kecilan, di dalam tubuh Irur sudah mengalir darah
pebisnis. Meskipun niat awalnya hanya untuk kesenangan diri sendiri, tanpa disadari
usaha yang dirintisnya dapat membuka peluang sukses bagi pemuda ini.
Irur selalu memotivasi dirinya sendiri. Ia telah
belajar bagaimana susah senangnya berkecimpung di dunia bisnis, apalagi di desa
yang notabenenya sepi dan enggan peduli. Hal Itu yang malah menjadi daya
pacunya untuk terus menggapai cita-citanya.
“Ini
alasan pribadi, sih, Mbak. Seperti gampang tertantang sesuatu gitu, loh. Kalau
emang ini kok nggak bisa, jadi kayak semacam pengen pecahin masalah
sendiri. Jadi, kayak suatu masalah kalau dikelarin clear itu kayak nggak
tenang gitu, semakin termotivasi gitu aja, sih, ini bisa kok, nguatin diri
sendirilah lebih tepatnya,” terangnya.
Irul
menyarankan agar kita tidak boleh takut untuk membuat sesuatu yang baru, misalnya
punya keinginan, cita cita ataupun impian agar tetap diperjuangkan apaun
hambatannya. Irul percaya, meskipun awalnya kelihatan aneh bagi masyarakat
sekitar, yang terpenting adalah usaha.
“Masalah
gagal apa berhasil itu urusan belakang, karena yang terpenting adalah bagaimana
kita melewati berbagai prosesnya dan bisa survive dengan sekitar,” pungkasnya.