KIPRAH: Webinar dengan konsep Kajian Perempuan Berkisah yang diadakan oleh LPM Paradigma IAIN Kudus, Sabtu (03/07/2021). (Foto: dok. LPM Paradigma) |
KUDUS, parist.id - Menyikapi maraknya kasus pelecehan seksual di Indonesia, LPM Paradigma gelar seminar online dengan konsep Kajian Perempuan Berkisah (KIPRAH). Seminar bertajuk "Saatnya Mahasiswa Peduli Pelecehan Seksual dan Bangun Pemberdayaan" ini berlangsung melalui Zoom Meeting dan dihadiri 105 peserta dari dalam maupun luar kampus, Sabtu (03/07/2021).
Ketua Panitia Pelaksana, Umesiyah Iftihal mengatakan, tujuan diadakannya acara ini adalah mengajak mahasiswa agar peduli terhadap kasus-kasus pelecehan seksual yang dialami kelompok rentan terutama dalam bidang akademik.
"Kami ingin mengetahui sejauh mana kasus pelecehan yang ada di perguruan tinggi, dan sejauh mana perempuan yang biasanya menjadi objek pelecehan mendapat keamanan dari kampus," jelasnya saat ditemui usai seminar berakhir.
Pemateri pertama, Nur Mahmudah, selaku Ketua Pusat Studi Gender Perempuan dan Anak IAIN Kudus memaparkan, bahwa pelecehan perempuan dalam lingkungan akademik merupakan kasus lama. Bahkan, menurutnya semakin hari semakin bertambah.
"Fenomena kekerasan seksual di ruang akademik ini seperti gunung es, semakin lama semakin banyak. Korbannya bukan hanya mahasiswa, tapi juga pendidik, tenaga kependidikan, hingga warga kampus," paparnya.
Namun mirisnya, lanjut Mahmudah, beberapa korban pelecehan seksual ini tidak berani untuk melaporkan karena cenderung dianggap aib bagi si korban.
"Banyak korban yang tidak berani melapor. Takut berpengaruh pada nilainya juga, hingga belum adanya lembaga yang melakukan penanganan," tambahnya.
Selanjutnya, pemateri kedua, Siti Malaiha, Kaprodi Pemikiran Politik Islam (PPI) IAIN Kudus turut mengungkapkan bagaimana kasus-kasus pelecehan yang dialami oleh mahasiswanya sendiri.
"Saya pernah beberapa kali mendapat aduan dari mahasiswa saya. Bahkan ada seorang dosen yang sudah beristri, meng-upload foto korban di Instagram dengan kata-kata cinta. Ini yang membuat korban merasa terintimidasi," paparnya.
Lebih lanjut, Malaiha juga menjelaskan bagaimana cara untuk menangani kasus pelecehan seksual.
"Yaitu dengan cara 5D, ditegur, dialihkan, dilaporkan, ditenangkan, dan direkam," jelasnya.
IAIN Kudus sendiri telah memiliki kesadaran untuk mencegah pelecehan seksual di ruang lingkup akademik dengan rencana pembentukan Unit Layanan Terpadu (ULT).
"Dengan adanya ULT, diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk mengadukan berbagai isu-isu pelecehan seksual yang terjadi di IAIN Kudus," tambahnya.
Salah satu peserta dari IAIN Palangkaraya, Dewi Nur Khasanah (19), mengatakan sangat mengapresiasi acara ini. Ia mengaku termotivasi hingga mengetahui bagaimana cara untuk bertindak apabila terjadi pelecehan seksual.
"Dari acara ini saya jadi tau bagaimana cara menangangi kasus pelecehan seksual dengan 5D," jelasnya via WhatsApp.
Senada dengan Dewi, Erina Dwi parawati, perwakilan peserta dari Sema Fakultas Ushuluddin IAIN kudus, juga mengaku sangat tertarik mengikuti seminar ini karena mengangkat tema yang jarang diperbincangkan dalam seminar-seminar lain.
"Sangat luar biasa, dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten, menambah pengetahuan kita para audiens," pungkasnya. (Dhea, Rodhi)