Foto: Olip/Paradigma |
Identitas Buku
Judul :
Arimbi
Penulis :
Anjar Lembayung
Penerbit :
Scritto Books Publisher
Tahun Terbit :
2018
Cetakan Ke :
Pertama
Tebal :
13x19 cm, 212 halaman
ISBN :
978-602-51347-0-8
***
Namaku
Arimbi, Wanita yang jauh dari kata beruntung. Begitulah aku mendeskripsikan
seluruh diriku. Usia yang tak lagi muda, 28 tahun. Seorang guru seni serabutan
di sekolah-sekolah elite di Jakarta. Selalu sulit mengatakan tidak atau bisa
dibilang aku seorang ”yesman”. Lebih memilih berdiam diri di pojokan
sambil membaca buku daripada bersosialisasi dengan sekitar. Juga, ehmmm...
terlalu baik, lebih tepatnya gampang dibodohi oleh orang yang berkamuflase
sebagai sahabat.
Nama
Arimbi yang Eyang Kakung sematkan padaku sekarang menjadi kutukan
ketidakberuntungan hidup yang kujalani. Tentu saja bukan tanpa alasan aku
mengatakan itu. Setahuku, Dewi Arimbi dalam tokoh pewayangan itu adalah sosok yang
buruk rupa. Itu artinya, Eyang Kakung mendoakanku menjadi itik buruk rupa, ya
seperti Dewi Arimbi itu. Dan benar hal itu terjadi dalam hidupku, menjadi itik
buruk rupa di antara gemilangnya teman-teman di sekelilingku.
***
Arimbi adalah tipikal manusia yang antisosial, malas berinteraksi dengan orang lain bahkan hampir tidak memiliki teman karena berbagai masalah pelik yang pernah dialaminya. Konflik persahabatan dan rela menerima penghianatan yang dilakukan oleh sahabatnya sendiri ketika SMA, dimana Arimbi merasa dibodohi dan jatuh di level terendah. Namanya yang sama dengan Dewi Arimbi turut membuatnya merasa tidak cantik dan berkecil hati. Sehingga ia berusaha mengubur satu persatu semua masalah yang pernah dialaminya.
Kutukan Berujung Keberuntungan
Dari
perjalanan persahabatan dan percintaan Arimbi yang dikisahkan dalam novel
tersebut, banyak terdapat lika-liku yang dialami oleh Arimbi. Ia yang mula
hanyalah sekedar gadis yang sudah lama melajang dan tak kunjung mendapat
pasangan. Menjadi lebih percaya diri dan tidak melulu merasa rendah dan buruk
rupa, setelah bertemu dengan Bimasena dan menjalin hubungan romantis dengannya.
Novel
Arimbi ini memiliki gaya cerita yang unik dan menarik. Membuat pembaca tidak
hanya berhenti di satu bab saja. Alur cerita yang dibuat maju mundur dan
dikemas secara cantik. Sosok Arimbi yang digambarkan seperti tokoh wayang Dewi
Arimbi, dideskripsikan dalam novel tersebut seperti si itik buruk rupa yang
mendapat sebuah kutukan. Namun, hal tersebut berubah ketika Arimbi bertemu
dengan Bimasena, polisi tampan yang baik hati. Sehingga membuat para pembaca
merasa bahwa cerita tersebut hampir mirip dengan kisah Cinderalla namun versi
Arimbi.
”Ajarkan
aku bisikan mantra Dewi Kunti, agar aku menjelma menjadi wanita cantik. Dan
kamu ... jatuh cinta padaku,” (hlm. 3)
Kesamaan
antara Dewi Arimbi yang buruk rupa, akan menjadi pendamping hidup Bimasena yang
tampan dan baik hati. Membuat keduanya ingin mewujudkan kisah wayang tersebut
dalam dunia nyata.
“Kalau
suka, apakah saya boleh menikahinya nanti Eyang ?” tanya Sena (hlm. 196)
Kesungguhan
seorang Bimasena yang mencintai Arimbi dengan tulus dan menerimanya apa adanya.
Hingga akhirnya mereka dapat bersatu tanpa ada yang berani menghalanginya.
Banyak
pesan tersirat yang diselipkan dalam cerita novel tersebut. Selain kamu harus
bersyukur dan lebih percaya diri akan siapa dirimu. Pengorbanan dalam
persahabatan dan cinta yang terkadang peril dilakukan demi sebuah kebaikan
bersama.
Namun, banyak salah pengetikan dalam tulisan novel tersebut. Hanya saja
tidak menjadi masalah karena hanya beberapa dan masih bisa dipahami oleh para
pembacanya.
Kholifatunnisa, Mahasiswi prodi Komunikasi Penyiaran
Islam Semester 5