Foto: dok. Tim KKN IK IAIN Kudus Desa Babalan |
Desa di pesisir
pulau Jawa ini memiliki populasi penduduk sekitar 7.000 jiwa. Yang mayorias
beragama Islam dan banyak yang memanfaatkan kekayaan laut untuk keseharian,
banyak hal yang dapat ditemui di desa kecil yang agamis ini, budaya lokal dan
islam menyatu dengan baik dan berjalan selaras harmonis. Banyak sudut - sudut
yang tidak di lihat oleh netra para pelancong, bagian wilayah yang sederhana
namun khas dengan beragam budaya dan olahan maupun hasil bumi Babalan. Terbagi
menjadi beberapa bagian dengan julukan Kampung Kongsi, Kampung Thailand,
Kampung Bom, dan beberapa wilayah lainnya yang masih menyatu dalam lingkup Desa
Babalan.
Selasa,
14/09/2021 di pagi hari yang sejuk, dengan semburat matahari dari ufuk timur terlihat
para perahu berlayar di atas limpahan air yang penuh dengan harga yang nantinya
didapat untuk menyambung hidup. Para nelayan kecil mendayung dengan otomotifnya
atau melalui tenaga manual para tangguh yang menaikinya. Ikan - ikan meloncat
di tengah aliran air yang tentu saja menyejukkan mata yang memandang. Tak kalah
dari para ikan, udang, kerang, kepiting, cumi – cumi , dan hamparan garapan
garam akan tetap menjadi primadona setiap pelancong atau penduduk lokal yang
ingin menikmati khas nya Desa kecil yang menyimpan mutiara ini. Rumah – rumah
sederhana dengan arsitektur yang khas pesisir berjajar sepanjang jalan dan gang
yang ditemui para pengguna jalan, jembatan – jembatan kecil penghubung menjadi
persinggahan para pemancing dan anak – anak yang riang berlarian. Tambak –
tambak yang luas terisikan oleh harapan para pemilik yang kemudian dipanen
berupa hasil laut ataupun garam. Sepi dipandang namun ramai ketika mendalam,
mutiara – mutiara yang ada tetap menjadi penyambung keberlangsungan kehidupan masyarakat
Babalan.
Esok hari jajan
– jajan khasnya seperti horog – horog, srondeng, urap tewel, dan jajanan khas
lainnya yang terjual dengan berjajar di atas meja, pasar kecil tetap ramai di
kunjungi setiap warga. Para pelancong, para juragan, para agen, dan para
pencari nafkah lainnya mulai beraktivitas dan berlalu lalang disetiap sudut
jalan. Semangat adik kecil yang tertawa renyah mulai mengayuh sepeda atau
dengan kaki kecilnya yang berjalan menuju tempat menimba ilmu. Tak ada yang lepas
dari pemandangan desa dengan keadaan yang pasti kurang lebih menyimpan mutiara
yang nantinya di olah menjadi bentuk yang dibayar dengan harga yang sesuai.
Tidak ada bangunan megah, pertokoan bertingkat atau kemacetan jalanan yang
berdebu, Desa ini lebih dari mutiara nya, yang tenang menyejukkan setiap netra
dan mengisi raga dengan protein dan mineral yang terkandung dari setiap hasil
bumi dan lautnya.
Mutiara bukan
hanya benda, namun perilaku baik dan keyakinan kepada Sang Pencipta yang diiringi
dengan rasa syukur adalah mutiara yang sesungguhnya. Jika rumah sederhana
adalah khasnya maka setiap hasil yang diperoleh dari buminya adalah syukur. Bumi
akan memberikan kekayaannya jika kita merawatnya, begitupun alam yang tak
pernah meminta pamrih memang sudah seharusnya dijaga untuk masa depan generasi
selanjutnya.