foto: istimewa |
Oleh: Firda Shoma*
Pernahkah kamu dihujani pertanyaan seperti “Kapan wisuda? Lulusan sarjana kok belum dapat kerja? Kenapa teman-teman bisa pada sukses ya? Kapan nikah?” yang dilontarkan pada seseorang terhadapmu? Atau dilontarkan oleh dirimu sendiri saat merasa kosong, kesepian dan tertekan namun tidak tahu apa yang harus dilakukan? Kemudian membuatmu terus-menerus kepikiran dengan karir, asmara, finansial dan hal-hal yang berkaitan dengan hidup. Mungkin kamu sudah memasuki fase Quarter Life Crisis.
Quarter Life Crisis (QLC) biasanya menyerang seseorang di usia 20-30 tahun yang ditandai oleh rasa kesepian, cemas, insecurity, kehilangan motivasi, serta bingung dengan tujuan hidup hingga masa depannya. Maka tidak jarang jika seseorang menjadi lebih pendiam dan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Namun di usia seperempat abad, Quarter Life Crisis menjadi hal yang wajar karena beban dan kebutuhan hidup bertambah. Psikolog Riliv, Prita Yulia Maharani, M.Psi, menyatakan bahwa seseorang dalam fase QLC akan merasakan hal-hal tersebut dalam waktu yang lama, tetapi bukan untuk selamanya. Walau badai pasti berlalu, bukan berarti pasrah begitu saja, karena krisis diri ini bisa berdampak negatif jika tidak disikapi dengan bijak.
Menurut peneliti dan pengajar Psikologi dari University of Greenwich, London, Dr. Oliver Robinson, ada empat fase dalam QLC. Pertama, perasaan terjebak dalam kondisi, baik itu pekerjaan, relasi asmara, pendidikan atau ketiganya. Kedua, seseorang akan merasa dapat mengubah keadaan menjadi lebih baik sehingga ia akan berusaha keras untuk mengubah segalanya menjadi lebih baik. Ketiga, keinginan membangun kembali hidup yang baru. Ketika muncul keinginan untuk memulai kehidupan yang baru setelah berhasil mencapai target. Misalnya, ketika seseorang lulus kuliah, maka ia merasa lega dan puas telah melewati fase perkuliahan. Namun setelah ini ia akan merasa harus memupuk semangatnya lagi demi impian dan karirnya. Terakhir adalah fase mengukuhkan komitmen dalam diri terhadap pendidikan, pekerjaan atau hubungan asmara yang tengah dijalaninya.
Dilansir dari tirto.id, Krisis seperempat abad kehidupan ini dipicu oleh tiga hal yaitu perubahan besar atau tekanan pada masa transisi dari remaja akhir ke dewasa awal, kesadaran tidak punya tujuan hidup atau tujuannya tidak realistis ketika memasuki usia dewasa dan banyaknya pilihan yang tersedia sehingga bingung menentukan yang tepat. Sementara hal-hal yang menjadi sumber utama ialah situasi keuangan yang dirasa kurang, tekanan untuk menikah dan mempunyai anak sebelum 30 tahun dan harapan ada perubahan dalam pendidikan dan karir.
QLC bisa menjadi pengingat bagi seseorang untuk berjuang maju dalam hidupnya, hal ini dinyatakan oleh Caroline Beaton dalam tulisannya yang bertema “Why Millenials Need Quarter Life Crisis” di Psychology Today. QLC adalah tentang ketidakpastian yang mengajarkan bahwa tidak ada hal yang permanen dalam dunia ini. Terkadang, badai dalam krisis seperempat abad ini membuat orang ingin lari, namun semakin kencang ia berlari semakin nihil hasilnya.
Lalu, bagaimana cara terbaik menghadapi pusaran badai tersebut? Beberapa hal berikut mungkin bisa kamu coba untuk berdamai dengan Quarter Life Crisis ini. Pertama, kenali diri, apa yang sesungguhnya ingin kamu capai, apa kelebihan dan kekurangan, dan beberapa pertanyaan penting menyangkut hidupmu. Menjawab dengan sejujur-jujurnya akan mendorong untuk mengenali diri sendiri secara lebih dalam, sekaligus mempersiapkan segala kemungkinan di masa depan. Harapannya agar kamu tidak lagi terjebak dalam kebingungan akan dirimu sendiri dan mudah dalam menentukan rencana hidup.
Kedua, berhenti untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Why? Kalau membandingkan diri bisa mengambil sisi positifnya itu hal yang baik, namun kalau tidak bisa? Justru akan menambah rasa insecure, khawatir dan merasa rendah diri. Misal, saat melihat postingan teman di media sosial bahagia merayakan pesta pernikahannya atau saat tahu temanmu yang dulu tukang nyontek, suka telat kuliah, IPK-nya rendah, namun kini karirnya lebih sukses darimu. Tak jarang perasaan minder tiba-tiba datang. Rasanya jalan kesuksesan orang lain selalu lebih mudah dibandingkan dengan diri kita. Perasaan semacam itu jika dibiarkan akan berefek menjadi pribadi yang sering mengeluh dan kurang bersyukur. Lebih baik waktu berharga itu digunakan untuk mencari tahu potensi diri lalu kembangkan, iya kan?
Membanding-bandingkan diri biasanya muncul karena penggunaaan media sosial (medsos). Cara ketiga ini bisa menjadi kunci agar kesehatan mental tetap stabil di umur 20-an, yaitu membatasi bermain medsos. Hal ini meminimalisir penderitaan diri yang tercipta oleh diri sendiri akibat scroliing postingan yang disebarkan di dunia maya. Rasa-rasanya memang berat untuk membatasi medsos karena di negara Indonesia sendiri tercatat dalam daftar 10 besar negara yang kecanduan media sosial di posisi sembilan dari 47 negara yang dianalisis (dilansir dari We Are Social dalam tekno.kompas.com, 23/2/2021). Mulai dari sekarang biasakan mengurangi porsi bermain media sosial dalam sehari-hari agar bisa fokus pada hal-hal penting, kecuali bila medsos bisa menjelma senjata untuk membangun dan mengembangkan bisnis kecilmu.
Keempat, menghilangkan toxic relationship dan mencari dukungan sekitar yang tepat. Memiliki relasi dengan orang-orang membuat diri merasa punya banyak teman. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua hubungan harus dijaga. Adakalahnya mereka yang memiliki toxic relationship atau hubungan tidak sehat dan tidak bisa diselamatkan, lebih baik direlakan. Agar yang tersisa hanya orang yang akan memberikan dukungan moral dan keamanan emosional di masa-masa krisis QLC. Terakhir, berdo’a dan yakin pada masa depan. Meskipun hari ini merasa tidak baik-baik saja, yakin bahwa masa depan akan lebih baik, dapat menjadi positive vibes di setiap harinya. Melibatkan Tuhan pun menjadi senjata agar kuat menghadapi krisis yang kamu rasakan. Bedo’a dan yakin adalah poin penting yang tidak bisa ditinggal dalam sebuah perjuangan. Jangan khawatir, kamu tidak sendirian!
*Penulis adalah Mahasiswi Pascasarjana IAIN Kudus