PARIST.ID, Semarang - Greenpeace Indonesia menggelar penayangan perdana film berjudul "Before You Eat". Film ini mengangkat kasus perbudakan dan eksploitasi Anak Buah Kapal (ABK), sebagai imbas regulasi dan agensi penyaluran tenaga kerja (minning agency) ilegal yang minim pengawasan. Menggandeng Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, acara berlangsung di Kedai Segudang Kopi, Kota Lama, Senin (21/03/2022).
Tingginya permintaan seafood di pasar global menjadi sebab tingginya peluang kerja ABK di kapal ikan Internasional. Namun, minimnya pengawasan dan kontroling serta regulasi yang sulit turut memperkeruh kasus ini.
Juru Kampaye Greenpeace Indonesia, Afdillah memaparkan pada tahun 2021 lebih dari 70 jumlah agensi yang terdata, 40 lebih berada di Jawa Tengah. Namun mirisnya, hanya ada 2 agensi yang punya izin resmi, sementara yang lainnya bodong.
"Tercatat, dalam rentang tahun 2018-2021 terhitung pelaporan yang masuk ke Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) terdapat 490 kasus. Ironisnya, di tahun 2021 mengalami pelonjakan aduan, 188 kasus dan 50% pelapor di regional Jawa Tengah", paparnya.
Afdillah menambahkan, banyak pelanggaran yang ditemui di lapangan. Seperti masih banyaknya kapal yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Kemudian Hak-hak ABK yang tidak diberikan.
"Sekitar 17.000 kapal menggunakan alat tangkap tidak ramah untuk menangkap ikan, padahal ini sudah dilarang. Tidak adanya UU terkait RPP pelindungan ABK, dan Kasus penangkapan ikan ilegal. Inilah yang sedang kami perjuangkan bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)," ungkapnya.
Foto : Dok. Panitia |
Sutradara film, Kasan Kurdi menyampaikan, ada 2 isu besar dalam film ini. Pertama, penangkapan ikan secara berlebihan (over fishing), kedua ekslpoitasi ABK yang menjurus ke ranah perbudakan. Mirisnya dari total agensi ilegal yang terdata, 46% berada di Jawa Tengah, seperti Brebel, Tegas, Pemalang, Slawi, Kendal"
"Apalagi sekarang ada cara pengawetan lewat pengkalengan, membuat eksploitasi besar-besaran terhadap kelangsungan biota laut. Calo agensi yang bertaburan, namun ilegal," jelasnya.
Kasan mengatakan, Tidak ada yang tahu jumlah pasti ABK Indonesia di kapal ikan luar negeri. Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemenaker) dan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Kemenhub) juga tidak memiliki data yang pasti.
"Isu ini sudah darurat dan mendesak. Selain mengancam kehidupan laut, juga masuk keranah birokrasi yang tumpang tindih data dikarenakan belum terlaksananya korespondensi yang baik dari dinas-dinas terkait," tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum AJI Semarang, Edi Faisol mengatakan pada era revolusi digital ini telah menggeser nilai pers sebagai media kontrol kekuasaan sehingga hanya menjadi media industri hiburan.
"Kami ingin mengajak teman, terkhusus para jurnalis untuk andil dan berperan mengangkat isu ini kepermukaan. Apakah profesionalitas pers sekarang bergeser, ataukah pers masih punya nalar kritis terhadap demokrasi?," ungkapnya.
Reporter: Minan