Penjelasan sejarah Masjid Langgardalem oleh Dayat kepada peserta walking tour, Ahad (22/05). Foto : (Nada/Paradigma) |
PARIST.ID, Kudus – Lelana Walking Tour kembali lagi mengadakan petualangan menelusuri Kota Tua, Desa Langgardalem. Lelana Walking Tour yang dipandu oleh Founder Lelana, Hidayat berkumpul di Taman Parkir Menara, Minggu (22/05/2022).
Terdapat 13 peserta berasal dari Kudus, Jepara, Solo, hingga Yogyakarta yang mengikuti Lelana Walking Tour. Sekita pukul 07.45 WIB, kami telah berkumpul di lokasi yang ditentukan. Selaku pemandu lelana, Dayat menceritakan kepada kami mengenai sejarah Kudus yang pernah dipimpin oleh Bupati Raden Mas Arya Candranegara V, atau yang lebih dikenal dengan nama Arya Purwalelana. Dijelaskan bahwa ia masih memiliki silsilah hubungan dengan R.A. Kartini dari Jepara. Istri Arya Purwalelana juga masih menjadi bagian dari keluarga Mangkunegara Yogyakarta. Dari nama Bupati Arya Purwalelana itulah walking tour ini diberi nama Lelana (berpetualang).
Dayat memaparkan, bahwa ternyata dahulu Kota Kudus memiliki dua lokasi alun-alun. Lokasi alun-alun pertama merupakan alun-alun Kanjeng Sunan Kudus yang saat ini telah menjadi Taman Menara, kemudian untuk alun-alun yang kedua berlokasi di Simpang Tujuh. Uniknya, setiap alun-alun ini berdekatan dengan masjid, seperti alun-alun Sunan Kudus yang dekat dengan Masjid Al-Aqsa dan alun-alun Simpang Tujuh dengan Masjid Agung .
“Keberadaan masjid bukan hanya untuk melaksanakan ibadah, tetapi juga untuk mengadakan musyawarah untuk memecahkan hukum-hukum perdata,” ucapnya.
Kami melanjutkan perjalanan menelusuri Langgardalem sebagai tujuan utama walking tour ini. Tata ruang sudut-sudut di Langgardalem terlihat kuno, kontruksi bangunan yang menjulang tinggi dengan gaya arsitektur seperti bangunan pada masa Hindia-Belanda. Kami berpetualang menelusuri jalan setapak yang sunyi dan damai, jauh dari pusat keramaian kota.
“Bagian Kudus Barat terkenal dengan orang-orang priyayi sehingga disini sangat sunyi, ya bisa dibilang damai-lah,” ungkap Dayat.
Hingga tiba di lokasi Masjid Langgardalem, yang merupakan masjid tertua di Kota Kudus. Disebut Masjid Langgardalem sebab memiliki makna Langgar (rumah) dan Dalem (pribadi). Letak masjid ini dekat dengan kediaman Kanjeng Sunan Kudus. Kami memasuki area masjid setelah mendapat izin dari pengurus masjid. Suasana di dalam masjid terlihat lebih tenang, di depan pintu masuk tertata dengan melingkar bangku-bangku yang dijadikan tempat mengaji. Kemudian di bagian dalam masjid terdapat empat tiang penyangga atap dari kayu jati.
Kami melanjutkan perjalanan di sebelah utara Masjid Langgardalem, terlihat rumah H. Muslih yang sangat megah dan luas pada masanya. Rumah tersebut nampak kusam sebab sudah lama terbengkalai, terlihat banyak rumput liar menjulang tinggi. H. Muslih merupakan salah satu saudagar rokok yang berjaya pada masanya.
“Rumahnya tidak terurus, hingga pohon dan rumput liar tumbuh lebat,” Ucap Dayat.
Setelah menelusuri bangunan rumah H. Muslih, kami tiba di salah satu rumah joglo bergaya kuno yang telah berusia 250 tahun lebih. Rumah joglo tersebut memiliki kamar mandi yang terletak di luar rumah. letak kamar mandi yang berada di luar, guna mengajarkan orang untuk membersihkan diri dari kotoran sebelum masuk ke dalam rumah. Meski sebagian kecil kayunya telah dimakan rayap, namun ukiran yang terdapat pada aksen kayu memiliki keunikan tersendiri.
Perjalanan terakhir, kami berkunjung ke Omah Batik Kudus. Kami bertemu dengan pemilik produksi batik, Olik sapaan akrabnya. Olik menceritakan kepada kami keadaan batik di Kudus dari masa ke masa. Ia menjelaskan bahwa Batik Kudus memiliki motif unik dan indah yang banyak dikenal masyarakat. Di Omah Batik-ku, kami berkeliling melihat kain-kain batik dengan berbagai motif yang tergantung rapi. Kami juga melihat bagaimana proses pembuatan batik, yang ternyata membutuhkan waktu lama dalam proses produksinya.
“Tergantung pada motif batiknya, jika semakin rumit, maka semakin lama proses produksinya. makanya harga batik mahal,” pungkas Olik.
Reporter : Nada, Inna
Editor : Mirna