UKM KPN gelar seminar kajian sejarah peradaban Muria. (Foto : Tias/Paradigma) |
PARIST.ID, Kampus - Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kelompok Pencinta Nalar (KPN) IAIN Kudus gelar Kajian Sejarah "Peradaban Muria Raya Sebelum Walisongo" di gedung SBSN lantai satu yang dihadiri 150 lebih mahasiswa secara offline dan via zoom meeting , Rabu (15/06/2022).
Kajian Sejarah tersebut dibuka dengan penampilan musikalisasi puisi "Tubuh dan Tanah" karya Tiyo Ardiyanto yang menceritakan kondisi Peradaban Muria zaman dahulu, dibawakan oleh Dito dan Mahiroh.
Terdapat 3 narasumber dalam kajian sejarah tersebut: Imam Khanafi (Founder of Pojok Kliping), Muhaimin (Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam), dan Moh. Rosyid (Dosen Ilmu Pengetahuan Sosial) IAIN Kudus.
Selaku ketua panitia, Fauzi menyampaikan bahwa Walisongo memang mempunyai peranan yang sangat penting melalui pendekatan kebudayaan. Masyarakat lebih banyak mengetahui sejarah Walisongo, tetapi tidak berpikir ada apa dengan sejarah Muria raya sebelum walisongo.
"Dengan adanya kajian tersebut, harapannya masyarakat terlebih mahasiswa bisa lebih peka mengetahui peradaban Muria raya sebelum Walisongo," jelasnya.
Pemateri pertama, Imam Khanafi menerangkan bahwa Muria dulunya pulau yang terpisah dari Jawa, kini sudah menyatu dengan Jawa.
"Sebenarnya Muria berbeda dari yang dulu. Transformasinya terlihat, identitas tidak bisa dilepaskan, dan pastinya sunan Kudus datang itu karena ada penduduknya," terangnya.
Selaku pemateri kedua, Muhaimin mengungkapkan bahwa terdapat 2 versi nama muria. Pertama, nama muria berasal dari bahasa Ibrahim di Pelestina yang berarti "yang dipilih oleh Allah" dan yang kedua, nama Muria diambil dari suku Le Muria (sebagi penghuni asal).
"Kita masih ada hubungan dengan Palestina. Dulu, Sunan Kudus pernah dihadiahi batu prasasti setelah menyembuhkan penyakit di sana," ungkap Muhaimin.
Ia juga menegaskan, bahwa Muria yang pernah dihuni suku Le Muria (nenek moyang dunia) berhak menjadi ibukota Provinsi Muria Raya.
"Sebenernya kita yang lebih berhak jadi ibukota Provinsi. Saya mendukung provinsi Muria Raya, mempunyai spirit yang tinggi untuk menjunjung kebudayaan Muria," tegasnya.
Sebagai pemateri yang ketiga, Rosyid menambahkan kritikan, terkait kurangnya perhatian Pemerintah Daerah (PEMDA) Kudus terhadap peninggalan sejarah Islam yang masih disimpan oleh keluarga dan masyarakat setempat, yang membuat sejarawan sulit meneliti.
"Seharusnya Pemerintah Daerah harus lebih memperhatikan kondisi tersebut dan membuat museum untuk memperkanalkan peninggalan sejarah kepada masyarakat luas," kritik Rosyid.
Salah satu peserta kajian sejarah, M. Ichsan (Mahasiswa Pemikiran Politik Islam semester 2) mengaku, kegiatan tersebut sangat penting bagi mahasiswa untuk terus mengkaji sejarah Muria.
"Banyak fakta baru kami dapatkan, tetapi yang terpenting adalah kita harus ungkap sejarah Muria lebih detail," ujar Ichsan.
Editor : Mahiroh