Foto: awsimages.detik.net.id |
Oleh: Muhayyadah Ayuningsih*)
"Masih banyak orang yang keliru dalam mengartikan istilah TPA. Kebanyakan mengartikan TPA sebagai Tempat Pembuangan Akhir, padahal setelah diberlakukannya UU no. 18 tahun 2008 fungsi TPA yang semula sebagai tempat pembuangan diganti sebagai Tempat Pemrosesan Akhir."
Sampah menjadi hal yang lazim kita temui di mana saja. Sebagai makhluk hidup yang dikenal sebagai konsumen wajar bila manusia senang mengkonsumsi atau memakai sesuatu demi pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dampak dari inilah yang akhirnya memunculkan sampah. Sebagai contoh, ketika membeli roti yang dibungkus plastik maka yang dibutuhkan hanya rotinya saja dan plastiknya akan dibuang karena tidak dibutuhkan lagi. Bungkus plastik itulah yang kita sebut sebagai sampah dan jika dibiarkan menumpuk tanpa diproses akan menjadi masalah besar di masa mendatang.
Setiap hari secara sadar atau tanpa disadari, kita pasti memproduksi sampah. Sampah dapat bersumber dari berbagai aktivitas seperti rumah tangga, sampah pertanian, sampah sisa bangunan, sampah dari perdagangan dan perkantoran, sampah dari industri, dan masih banyak lagi. Sampah yang paling banyak dihasilkan yaitu berasal dari sampah rumah tangga.
Kita pasti tidak asing lagi dengan slogan “Buanglah Sampah pada Tempatnya” yang sering dijumpai di berbagai tempat umum. Orang-orang pasti mengartikan bahwa kita harus membuang sampah pada tempatnya, yaitu di tempat sampah atau di TPA.
Masih banyak orang yang keliru dalam mengartikan istilah TPA. Kebanyakan mengartikan TPA sebagai Tempat Pembuangan Akhir, padahal setelah diberlakukannya UU no. 18 tahun 2008 fungsi TPA yang semula sebagai tempat pembuangan diganti sebagai Tempat Pemrosesan Akhir.
Pengelolaan atau pemrosesan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan yang meliputi pengendalian timbunan sampah, transfer dan transport, pengelolaan hingga pembuangan akhir. Berdasarkan sistem operasionalnya, secara umum terdapat 3 metode pembuangan akhir sampah, yaitu metode sanitary landfill, controlled landfill dan open dumping.
Proses Pengelolaan Sampah
Berdasarkan data menteri lingkungan hidup dan perhutanan jumlah total timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 77,899.99 ton setiap harinya, lebih baik dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai 87,371.32 ton per hari. Namun apabila tidak dilakukan pengolahan secara bijak dan berkala sampah dapat menjadi masalah besar kedepannya.
Pengelolaan sampah di Indonesia secara jelas diatur dalam UU nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-undang dibuat dalam rangka sebagai payung hukum dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan berkala. Dengan adanya UU tersebut juga diharapkan agar masyarakat meninggalkan kebiasaan lama dalam mengelola sampah yaitu sampah diangkut, dikumpulkan lalu dibuang ke tempat sampah atau TPA tanpa dilakukan proses apapun.
Demi mewujudkan pengelolaan sampah di TPA secara efektif peran antara pemerintah pusat, pemerintah daerah serta masyarakat sangat penting. Pemerintah pusat berperan dalam mengatur kebijakan dan strategi pengelolaan sampah, memberikan fasilitas yang memadai, serta membina dan mengawasi kinerja aparat daerah dalam pengelolaan sampah. Pemerintah daerah bersama masyarakat melaksanakan pengelolaan sampah di daerahnya sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan.
Masalah sampah yang menumpuk dapat diminimalisir dengan baik apabila masyarakat berperan aktif. Sampah yang timbul tidak langsung dibuang ke TPA tetapi diproses dulu sebelum akhirnya baru dibuang ke tempat pembuangan paling akhir. Terdapat beberapa tahapan proses dalam mengelola sampah antara lain:
1. Mengupayakan agar sampah dikelola, dipilah dan diproses mulai dari tempat timbunan sampah itu berasal. Dengan dilakukan upaya ini diharapkan sampah yang nantinya akan diangkut menjadi berkurang dan memudahkan pengelolaan sampah pada tahap selanjutnya.
2. Pada tahap ini sampah di tingkat rumah tangga mengupayakan mengolah sampah organik menjadi kompos dan sampah anorganik dipilah menurut jenisnya sehingga dapat didaur ulang. Pada tahap ini pemerintah daerah dapat melakukan penyuluhan terhadap masyarakat setempat agar bijak dalam memilah dan mendaur ulang sampah menjadi barang yang dapat dimanfaatkan kembali.
3. Sampah yang tidak memungkinkan untuk diolah di tingkat rumah tangga lalu di proses di TPS (Tempat Penampungan Sementara). TPS digunakan menjadi pabrik sampah terpadu yang menghasilkan olahan sampah menjadi kompos serta bahan daur ulang lainnya yang bermanfaat.
4. Tahapan paling akhir adalah pengangkutan sisa akhir sampah yang tidak mungkin di daur ulang lagi menuju TPA. Pada tahap ini barulah sampah di timbun atau dibakar.
Terdapat beberapa kriteria dalam pemilihan lokasi TPA didasarkan pada SNI 03-3241-1994. Kriteria lokasi TPA harus memenuhi ketentuan hukum, pengelolaan lingkungan hidup dengan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), serta tata ruang yang ada. Kelayakan pemilihan lokasi TPA ditentukan berdasarkan 3 kriteria, yaitu kriteria regional, kriteria penyisihan dan kriteria penetapan.
Dalam Proses penimbunan sampah di TPA, terdapat beberapa metode antara lain sanitary landfill, controlled landfill dan open dumping. Metode sanitary landfill dilakukan dengan cara menimbun dan memadatkan sampah lalu ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup secara berlapis-lapis setiap harinya. Pada metode ini dibutuhkan persediaan tanah yang cukup untuk menutup timbunan sampah.
Metode kedua yakni metode controlled landfill yang prosesnya sama seperti metode sanitary landfill. Perbedaanya metode ini penutupan sampah dengan tanah dilakukan ketika TPA telah mencapai periode atau tahap tertentu. Metode open dumping merupakan metode yang paling sederhana dan paling murah, yakni sampah dibuang dan dibiarkan menumpuk begitu saja dilahan terbuka. Akan tetapi, pada metode ini memunculkan banyak potensi pencemaran lingkungan seperti pemandangan yang kotor karena banyaknya tumpukan sampah, timbul cairan limbah akibat pembusukan, muncul bau yang tidak sedap, berkumpulnya lalat, nyamuk dan tikus serta dapat menjadi sumber penyakit menular. Karena jenis sampah yang dibuang sulit diatur, maka jenis metode ini sudah tidak disarankan lagi dan diganti dengan metode lain yang lebih ramah lingkungan.
Meskipun aturan dan tata cara pengolahan sampah di Indonesia sudah tertulis jelas, nyatanya TPA di Indonesia selalu penuh bahkan ada yang diambang kelebihan kapasitas seperti yang terjadi di TPA Piyungan, Yogyakarta. Pengelolaan sampah yang belum efektif menyebabkan sampah di Yogyakarta sebesar 370 ton sebanyak 260 ton diantaranya dibuang ke TPA Piyungan dan hanya sebesar 110 ton sampah saja yang di daur ulang di bank sampah dan pemulung sekitar.
Perlu Pemahaman Masyarakat
Sampah menjadi persoalan semua pihak di setiap negara. Negara Swedia menjadi negara dengan pengolahan sampah terbaik di dunia. Selama bertahun-tahun Swedia konsisten menerapkan kebijakan pengelolaan sampah demi mewujudkan negara bebas sampah. Selain kebijakan pemerintah dan inovasi teknologi, peran masyarakat juga menjadi faktor utama. Masyarakat Swedia terbiasa menggunakan kembali barang-barang daripada langsung membuangnya dan memilah sampah yang mereka hasilkan sebelum membuangnya ke tempat pembuangan.
Tempat daur ulang sampah yang dekat dengan pemukiman memberi kemudahan masyarakat untuk memperlakukan sampah secara benar. Adanya fasilitas waste to energy menjadi hal signifikan dalam pengelolaan sampah di Swedia. Lima puluh persen lebih sampah dibakar dengan suhu tinggi untuk diubah menjadi energi listrik dan panas. Abu sisa pembakaran juga dapat dijadikan sebagai bahan konstruksi jalan sehingga tidak ada limbah yang dibiarkan.
Pemahaman tentang istilah TPA kepada masyarakat Indonesia sangat penting sehingga menghindari adanya miskonsepsi antara pemerintah dan masyarakat. Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting untuk mewujudkan pengelolaan sampah secara efisien.
Pengelolaan sampah di Indonesia telah diatur secara jelas dalam UU nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan sampah di Indonesia dikelola secara benar.
Sampah yang dihasilkan pada lingkup rumah tangga dapat dipilah lagi sebelum dibuang ke tempat pembuangan. Sampah yang dipilah tadi dapat didaur ulang menjadi kompos atau barang lain yang dapat dimanfaatkan kembali. Barulah sampah yang tidak memungkinkan untuk didaur ulang dibuang ke tempat terakhir yaitu di TPA.
Kita dapat meniru kebiasaan baik masyarakat Swedia yang mempunyai kebiasaan memilah sampah dan mendaur ulang kembali serta inovasi dari pemerintah Swedia yang mendaur ulang sampah menjadi bahan bakar.
*) Penulis merupakan mahasiswa Tadris IPA semester 3 bergiat di LPM Paradigma
REFERENSI
https://sites.google.com/site/praswilkel07/SanitaryLand
https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/public/data/timbulan
https://www.antaranews.com/berita/2868525/yogyakarta-hadapi-potensi-darurat-sampah