Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger Templates

MAHASISWA PRODI AFI ADAKAN KUNJUNGAN KE SANGGAR ANAK ALAM DALAM MENGENAL PARADIGMA PENDIDIKAN YANG MEMERDEKAKAN

parist  id
Kamis, Agustus 22, 2024 | 20:37 WIB

 


Banjarnegara, PARIST.ID - Mahasiswa program studi Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) bersama dengan komunitas PAPPIRUS (Perkumpulan Pengembang Pendidikan Intereligius) mengadakan kegiatan kunjungan ke Sanggar Anak Alam (SALAM) pada 6 Juli 2024, pukul 09.00 WIB. Kunjungan tersebut bertujuan untuk mengenal paradigama pendidikan yang memerdekan siswa melalui metode riset. Kegiatan tersebut melibatkan diskusi serta sesi tanya jawab langsung dengan pendiri SALAM.

Sanggar Anak Alam (SALAM) merupakan sebuah sekolah non-formal yang berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara. Kemudian. Dihidupkan kembali oleh Sri Wahyaningsih dan Toto Rahardjo pada 20 Juni 2000 di Kampung Nitiprayan, Kelurahan Ngestiharjo, Bantul, Yogyakarta. Sekolah ini didirikan atas dasar keprihatinan atas sistem pendidikan di Indonesia.

Selama kunjungan, mahasiswa dan tim komunitas PAPPIRUS berdiskusi bersama dengan Ibu Sri Wahyaningsih selaku pendiri dan pengelola Salam terkait pembelajaran yang digunakan di tempat tersebut. Tokoh Ki Hajar Dewantara di Salam menjadi inspirasi dalam menciptakan wadah pendidikan yang memanusiakan manusia. Bagi Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah upaya meningkatkan derajat manusia. Ajaran Ki Hajar Dewantara yang sangat kental diajarkan dalam tempat ini ialah niteni, nirokke, nambahi. Hal ini akan selaras dengan kebijakan Pendidikan yang baru yaitu Merdeka belajar. Menurut Ibu Wahyaningsih, Merdeka berarti tertib-damai, dimana untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan yang namanya sikap menghargai. Di Salam para murid diajarkan cara belajar secara holistik yaitu sesuai dengan minat anak. Cara belajar ini dikembangkan melalui riset. Jenis pembelajaran yang digunalan berbasis kepada pengalaman setiap anak yang tidaklah sama, sehingga menurut Ibu Wahyaningsih para anka berhak diberi kesempatan untuk menemukan potensi diri. Sehingga, pendidikan yang dibentuk bukanlah bersaing, melainkan kolaborasi.

Terdapat 4 pilar pendidikan di Salam yaitu pangan, Kesehatan, lingkugan hidup, dan sosial-budaya. Keempat pilar tersebut disesuaikan melalui lingkungan terdekat untuk melawan fenomena globalisasi yang kini merasuk disetiap lini masa kehidupan. Menurut Salam, globalisasi harus dilawan dengan lokalitas, yaitu fokus pada kearifan lokal. “Karena negara tidak menyelamatkan kita sepenuhnya, maka muncul komunitas-komunitas kecil yang mempertahankan atau membantu dengan menanam nilai-nilai tradisional atau nilai lokal suatu tempat” ucap Bu Sri Wahyaningsih. Sebab dampak yang ditimbulkan dalam globalisasi ialah pola hidup perilaku konsumtif, yang kini sudah terjadi. Kunjungan ini diharapkan dapat membantu memahami terkait pendidikan yang memerdekakan, tidak hanya untuk instansi tapi juga untuk guru dan murid dengan saling menghargai perbedaan dalam cara belajar.

Belajar harus ditentukan oleh diri sendiri. tujuannya agar belajar bisa menjadi jawaban atas rasa ingin tau anak. Seorang anak haruslah dididik sesuai dengan usia dan kebutuhan mereka. Tidak harus dijejali dengan materi yang menumpuk dan memberatkan karena hal tersbeut hanya akan membuat anak merasa jenuh dan tidak nyaman dengan pendidikan yang ada. Oleh sebab itu, di Salam terdapat suatu pedoman yang berbunyi “Mendengar, saya lupa. Melihat, saya ingat. Melakukan, saya paham. Menemukan sendiri, saya kuasai.”

*Berita dikirim untuk penugasan PPL Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam (AFI)
*Ditulis oleh Farrah Ananta E.Z (mahasiswa Prodi AFI) 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • MAHASISWA PRODI AFI ADAKAN KUNJUNGAN KE SANGGAR ANAK ALAM DALAM MENGENAL PARADIGMA PENDIDIKAN YANG MEMERDEKAKAN

Trending Now