Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger Templates

KKN-MB 024 Napak Tilas: Sang Penangkap Petir

parist  id
Kamis, September 26, 2024 | 18:38 WIB

Grobogan, PARIST.ID - Napak tilas yang berlangsung cepat dan singkat tentunya masih membutuhkan beberapa hari lagi untuk dapat menyusuri keseluruhan sejarah seluk beluk ki ageng selo yang terdapat di daerah Grobogan ini, serta mendalaminya sehingga sungguh-sungguh dapat mengetahui, memahami, dan meresapi satu pertanda dari kebesaran kejayaan Nusantara ini.

Namun begitu, napak tilas yang berlangsung dalam satu hari itu telah cukup memberi kesan luar biasa bagi anggota KKN-MB 024 IAIN Kudus akan sejarah yang telah dipercaya pada masa itu. Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) berkesempatan mengunjungi makam Ki Ageng Selo untuk berziarah dan napak tilas sejarah hidup tokoh yang dipercayai sebagai Sang Penangkap Petir. 

Silsilah Ki Ageng Selo

Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Beliau moyang (cikal bakal) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).

Menurut cerita Babad Tanah Jawi , Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.

Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.

Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya. Melalui perhelatan politik Jawa kala itu akhirnya Sutawijaya mampu mendirikan kerajaan Mataram menggantikan Pajang.

Sang Penangkap Petir

Diceritakan oleh pemandu ziarah KKN-MB 024 IAIN Kudus, bapak Muhlasin. Kisah ini terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Konon, pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar - benar hujan lebat turun dan petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak - enak menyangkul. Baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar.....!! petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat kemudian dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.

Kanjeng Sunan Demak (sang Wali Allah) makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air. Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang --perpangkat besar dan orang kecil-- datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.

Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar... gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita intuder pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.


Versi lain: Pengikatan Petir di Pohon Gandri

Masih oleh bapak Muhlasin, diceritakan pula versi lain yang menyebutkan petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo berwujud seorang kakek. Kakek itu cepat - cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun - alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek-nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “bledheg” tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan. Sejak saat itulah, petir tak pernah unjuk sambar di Desa Selo, apalagi di masjid yang mengabadikan nama Ki Ageng Selo 

Pohon gandri dimana petir yang di tangkap ki ageng selo di ikat masih ada sampai sekarang dan berada tepat di samping makam ki ageng selo dengan dikelilingi pagar besi yang bertuliskan tentang kepercayaan orang jawa bahwa Ketika turun hujan dan banyak petir, mereka berucap “Gandrik anak putune Ki Ageng Selo” lalu mereka akan terhindar dari sambaran petir.

Lemari Api Abadi Dari Petir Tangkapan Ki Ageng Selo

Masih menelusuri makam Ki Ageng Selo, di sebelah utara makam terdapat lemari kayu yang di dalamnya berisi pelita atau lampu teplok yang konon apinya berasal dari petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo yang dibuka pada saat ada ritual pengambilan api pada bulan Muharram dan Maulid oleh rombongan dari Keraton Surakarta Hadiningrat. 

Bahkan dikatakan bahwa dahulu pengambilan api dilakukan dengan memakai arak - arakan, agar setiap pangeran juga dapat mengambil api itu dan dinyalakan ditempat pemujaan di rumah masing - masing. Api sela itu mencerminkan “asas kekuasaan bersinar “. Bahkan data - data dari sumber babad mengatakan bahkan kekuasaan sinar itu merupakan lambang kekuasaan raja - raja didunia. Bayi Ken Arok bersinar, pusat Ken Dedes bersinar; perpindahan kekuasaan dari Majapahit ke Demak diwujudkan karena adanya perpindahan sinar; adanya wahyu kraton juga diwujudkan dalam bentuk sinar cemerlang .Dari pandangan tersebut, api sela mungkin untuk bukti penguat bahwa di desa Sela terdapat pusat Kerajaan Medang Kamulan yang tetap misterius itu



Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • KKN-MB 024 Napak Tilas: Sang Penangkap Petir

Trending Now